PERCIK.ID- Di dunia ini tidak ada manusia yang
bisa request kepada Tuhan agar dilahirkan di tempat tertentu.
Kita semua tidak pernah pesan kepadaNYA untuk terlahir di bumi Indonesia
tercinta ini. Alloh-lah yang menentukan kita lahir di Indonesia, Raja Salman
lahir di Arab, Messi lahir di Argentina, Salman Khan lahir di India, Ronaldo de
Caprio lahir di Amerika dan seterusnya. Alloh yang menetapkan dan memutuskan
semuanya.
Jika Alloh menetapkan dan memutuskan sesuatu
pasti ada hikmah besar di balik itu. Kita lahir di negeri ini, menjadi seperti
ini harus disyukuri. Di antara cara bersyukur itu adalah harus menjaga
sebaik-baiknya negeri ini. Sebagai apapun kita sekarang, kita punya kewajiban
moral untuk menjaga rumah besar yang bernama NKRI ini.
Bangsa dan negara ini adalah warisan
mbah-mbah kita terdahulu, yang didirikan, dibangun dan dipertahankan dengan
keringat darah dan taruhan nyawa. Betapa dholim, jika kita sebagai generasi
yang tinggal melanjutkan perjuangan mereka, justru kita porak-porandakkan bangungan
kokoh yang telah dirintis oleh para pendiri bangsa ini dengan sikap kita.
Para pendiri bangsa ini, telah
meneladankan kepada kita semua sikap mulia untuk saling menghargai dan
menghormati aneka perbedaan. Baik itu perbedaan agama, suku, ras, pendapat untuk
tetap rukun dan tidak saling mencela, menghujat dan menjatuhkan. Semuanya
mempunyai kedudukan yang sama. Hak dan kewajiban yang sama pula sebagai warga
negara. Apa yang dilakukan oleh para pendiri bangsa ini mengingatkan kita
tentang bagaimana Nabi Muhammad saw, mendirikan negara Madinah, yang menjamin
persamaan semua penduduknya yang plural atau bermacam-macam.
Tak perlu banyak dalil untuk mencintai tanah
air. Tak perlu kita membincang aneka isme-isme untuk mencintai tanah air.
Mbah-mbah kita, orang tua kita telah mengajari kita untuk mencintai tanah air
kita. Bahwa bangsa Indonesia adalah rumah bersama yang harus dijaga bersama.
Cukuplah teladan dari Rosululloh saw., yang
mengharuskan kita untuk mencintai tanah air kita. Ketika beliau diusir dari tanah
kelahiran beliau, Makkah al-Mukarramah dengan bercucur air mata beliau berkata
kepada bumi kelahiran beliau itu,
وَاللهِ
إِنَّكِ لَخَيْرُ أَرْضِ اللهِ وَأَحَبُّ الْأَرْضِ إِلَى اللهِ وَلَوْلَا أَنِّي
أُخْرِجْتُ مِنْكِ مَا خَرَجْتُ
“Demi Alloh (wahai kota Makkah)
sesungguhnya engkau adalah negeri yang paling aku cintai, seandainya aku tidak
diusir darimu, aku tidak akan pernah keluar meninggalkanmu.”(Hr. Ahmad)
Pun pula ketika beliau sampai di
Madinah, saking cintanya beliau pada tanah air tempat
kelahiran beliau, beliau berdoa memohon kepada Alloh agar diberi kecintaan
kepada Madinah sebagaimana cinta beliau pada bumi kelahiran beliau Makkah
al-Mukarromah, bahkan melebihinya.
اللهم
حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ
Apa yang dilukiskan di atas menunjukkan bahwa
cinta tanah air/ tumpah darah adalah naluri setiap manusia. Ia bukan saja
dikenal sejak masa silam, melainkan telah terhujam di dalam dada manusia sejak
awal kehadirannnya di pentas bumi ini. Jadi mencintai tanah air, adalah fitrah
yang tidak menyimpang darinya kecuali mereka yang mengidap gangguan psikologis.
Karena kuatnya tarikan atau pengaruh cinta
pada tanah air dan ikatan kekeluargaan, maka Rosululloh saw mengingatkan tentang
perbedaan antara cinta buta atas dorongan fanatisme dan cinta yang dibenarkan
oleh agama. Sahabat Nabi, Wailah bin al-Asqo ra., pernah bertanya kepada Nabi
Muhammad saw., apakah mencintai kaum/suku/bangsa merupakan ashabiyah/fanatisme
yang terlarang?” Nabi saw menjawab,
لَا
وَلَكِنْ مِنَ الْعَصَبِيَّةِ أَنْ يُعِينَ الرَّجُلُ قَوْمَهُ عَلَى الظُّلْمِ
“Tidak, tetapi fanatisme yang terlarang
adalah pembelaan seseorang terhadap kaumnya secara dholim.”(Hr. Ahmad)
Dalam konteks penjelasan di atas Rosululloh
saw., juga bersabda,
انْصُرْ
أَخَاكَ ظَالِمًا ، أَوْ مَظْلُومًا قَالُوا : يَا رَسُولَ اللهِ ، هَذَا نَصْرُهُ
مَظْلُومًا فَكَيْفَ نَنْصُرُهُ ظَالِمًا ؟ قَالَ : تَمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمِ
“Belalah saudaramu baik dia
berlaku aniaya atau teraniaya. Sahabat yang mendengar tuntunan ini bertanya,
“Itu kalau dia teraniaya, maka bagaimana bisa kita membela yang menganiaya?”
Rosululloh saw., menjawab, “Menghalanginya melakukan penganiayaan.” (Hr. Muslim)
Kita lahir di bumi Indonesia, menghirup udara
di sini pula, makan dari apa yang dikeluarkan di tanah Indonesia, kita minum
juga dari sumber air di Indonesia. Tidakkah kita bangga menjadi ‘anak bangsa’
dari bangsa yang sedemikian menakjubkan ini, yang banyak dikatakan oleh orang
sebagai pantulan surga firdaus.
Di bulan Agustus ini, bulan dimana bangsa
kita mendapat anugerah kemerdekaan dari Alloh swt, marilah kita jadikan
momentum untuk lebih mencintai bangsa tanah air kita. Karena Alloh dan
Rosululloh kita mencintai bangsa ini. Memang demikianlah yang diajarkan oleh
teladan kita, Rosululloh saw., mari kecintaan kepada tanah air ini kita
wujudkan, kita ejawantahkan dalam perilaku kita yang semakin baik, semakin
beradab, berakhlak, berdaulat, dan bermanfaat.
Kita awali dari pribadi kita masing-masing,
keluarga kita, dan lingkungan terdekat kita. Semoga kita semua menjadi pribadi
yang semakin baik lagi. Keluarga kita menjadi keluarga yang harmonis, mawaddah,
sakinah dan rohmah. Inilah penopang agar tanah air kita, bangsa kita tercinta
benar-benar menjadi baldatun thoyyibah wa robbun ghofur. Dan
teruntuk para pendahulu kita, mbah-mbah kita, para pahlawan bangsa, dan pendiri
bangsa semoga Alloh curahkan rohmat dan maghfirohNYA kepada beliau-beliau
tersebut. Amiin ya robbal alamin.
www.percik.id
BalasHapusMencintai Tanah Air