PERCIK.ID- Sosial media kini menjadi
salah satu pilihan orang untuk mengisi waktunya. Penduduk Indonesia mayoritas
menggunakan alat ini untuk berbagai hal. Ketika misalnya facebook dulu
digunakan sebagai alat cengkrama dengan cara berbeda dari sms, mix33, serta alat
chatting yang lain, kini fungsinya lebih kompleks lagi. Konten-konten beragam
berseliweran disana. Media massa bahkan terhitung kalah saing soal penyebaran
informasi, setidaknya dari kecepatan penyebarannya. Dengan kecepatan dan
efektifitas luar biasa, facebook menjadi media serba guna. Tidak hanya soal
informasi, tulisan, foto, video, facebook bahkan juga merambah sebagai
marketplace.
Maka tak heran, orang banyak
meraih ketenaran disana. Berjejaring dan bertautan dengan media lain yang juga
sedang moncer-moncernya macam Instagram, Twitter, dan YouTube. Banyak Ustadz
dadakan yang dibroadcast (membroadcast diri) disana, kemudian dijadikan rujukan
banyak orang. Bahkan seolah-olah menjadi
orang yang paling benar pendapatnya.
Kemudian orang-orang
pesantren mulai muncul untuk mengimbanginya. Memberikan bobot keilmuan dan
ajaran dengan rujukan serta referensi sorih dari berbagai kitab. Gus
Baha' misalnya. Ketika muncul ke belantara jagad dunia maya, orang sulit untuk
tidak mengakui ke'alimannya. Kemudian pandangan terhadap pesantren terbuka dan
harus diakui kapabilitasnya.
Gus Baha' bukan dari kalangan
akademisi dan menempuh pendidikannya murni dari didikan pesantren. Dengan keluasan
yang ilmu yang dimiliki, kini dikotomi dan stigma bahwa pesantren merupakan
lembaga pendidikan yang kolot dan tradisionalis belaka menjadi hilang dengan
bukti-bukti yang ada.
Proses itu bukan semata-mata
disetting, tapi merupakan sesuatu yang mengalir dengan sunnatullohnya.
Bagaimana tidak, rekaman ngaji Gus Baha' sudah menyebar sebelum tahun 2008. Banyak
orang yang telah mendengarkan pengajiannya melalui kiriman teman di handphone, yang
dulu ada mp3 saja sudah luar biasa bagus. Tapi skala perputaran itu baru dalam
lingkup kecil. Dari sumber yang memang berjejaring langsung dengan Gus Baha’. Kemudian
menyebar-menyebar ke orang-orang yang dikenal.
Maka kini orang mudah
mendapatkan rekaman beliau sejak bertahun-tahun lalu (sebelum beliau terkenal
seperti sekarang), karena ketika beliau mengaji, handphone-handphone pasti akan
dikeluarkan untuk merekam. Bahkan ada yang menaruhnya di dekat meja ngaji
beliau. Saya mengetahuinya secara langsung ketika ikut ngaji dengan beliau di
Balen, Bojonegoro sekitar tahun 2012-an.
Dari ke'alimannya sebagai
gambaran dari orang pesantren, kita kemudian mau tidak mau harus menarik fakta
lain soal pesantren dan ke'aliman orang-orang di dalamnya (setidak-tidaknya dari
sisi pengasuh dan pengajarnya). Betapa luasnya apa yang diajarkan di pondok
pesantren yang tidak didapat di lembaga pendidikan lain (apalagi lembaga
pendidikan al-yutubiyah).
Tapi sayangnya, orang-orang
pesantren salaf biasanya cenderung menjauh dari dunia maya dan enggan untuk
ikut berbaur dengan dunia semacam itu. Berbeda dengan Gus Baha' yang sudah
sejak lama banyak direkam ketika mengaji kitab, orang-orang dari pesantren salaf
kebanyakan enggan untuk direkam dengan berbagai macam alasan yang beragam. Dan
itu sah saja.
Gus Baha' adalah satu dari
berbagai anugerah yang diberikan oleh Alloh kepada umat Islam yang ingin
belajar lebih dalam dari dunia maya. Secara, perangkat serta syarat dan pra
syaratnya sangat layak untuk dijadikan rujukan.
Orang-orang seperti Gus Baha'
barangkali tidak banyak. Tapi setiap pengampu pesantren di tanah jawa notabene
pada umumnya merupakan sosok yang sudah sangat mumpuni dalam berbagai fan ilmu
pengetahuan. Hanya saja orang di luar pesantren tidak banyak mengenalnya karena
pengajarannya terbatas pada lingkup pesantren saja.
Betapa sesungguhnya
orang-orang macam Gus Baha', dengan keilmuan yang luar biasa, banyak di
kalangan pesantren. Orang-orang yang mendalami keilmuan dengan sangat tekun dan
penuh ketelitian akan sangat luar biasa menyebarkan khazanah keilmuan di dunia
maya.
Tapi ternyata Alloh dan para
kekasihNYA punya cara berbeda-beda dalam hal i’la li kalimatillah. Ada
yang ikut keluar dari “kandang” dan memberikan hal-hal yang sema sekali baru,
padahal terkadang sudah biasa disampaikan di pesantren. Tapi ada pula yang
tetap berada di tempatnya dengan pertimbangan yang tentu juga matang.
Tapi ada hikmahnya juga,
karena implementasi dari keterbukaan orang atas pesantren dengan munculnya
orang-orang yang mumpuni keilmuannya di jagad dunia maya, orang-orang toh pada
akhirnya akan kembali ke pesantren sebagai sebuah lembaga pengglembangan
pengetahuan diniah yang memang harus diakui kualitasnya. Tidak hanya kualitas ilmunya
saja, tetapi juga akhlak dan adabnya. Sebab, banyak orang yang dianggap pintar,
tetapi minim akhlak, adab, dan cinta. Padahal Bang Haji Rhoma Irama sudah
berkata, “Hidup tanpa cinta, bagai taman tak berbunga”.
www.percik.id
BalasHapusGus Baha di Antara Ulama yang Menutup Diri