PERCIK.ID- Di kelas, beberapa tahun lalu seorang pengajar, pernah dengan
detail membabar kesunahan wudhu.
Seingat saya, ketika ngaji “Mahally
Qulyubi” bab Thoharoh. Baik
sunnah yang fi'li maupun qouli. Mulai dari pra wudhu', hingga
pasca wudhu'.
Ingatan itu mengajak saya berkunjung pada ingatan yang lain.
Kisah Kanjeng Syaikh Abdul Qodir al-Jilany,
yang melanggengkan wudhu' hingga 40 tahun. Beliau senantiasa bersegara
memperbarui wudhu'nya begitu batal.
Dalam reka ulang di kepala saya, tentu wudhu' beliau bukan
sembarang wudhu'. Saya yakin selain menjaga rukun agar wudhu'nya sah, beliau
juga menjaga kesunnahan-kesunnahan wudhu'. Jauh sekali dari yang saya kerjakan.
Sesekali waktu ketika liburan, saya pernah mencoba
mempraktikkan amaliyah itu. Hasilnya? Empat kali wudhu' dalam seperempat hari
itu berat (bagi saya). Apalagi saya mencobanya di musim hujan, dan pipis sedang
sering-seringnya.
***
Para fuqoha' telah mengklasifikasi amaliyah menjadi wajib, sunnah, mubah, makruh
dan haram dari al-Qur'an, dan ahwal dan aqwal Nabi Muhammad SAW,
sahabatnya, dan generasi setelah mereka. Pengklasifikasian yang mengharuskan
mereka menguasai banyak fan ilmu. Diantara mereka ada yang sepakat pada satu
perkara, dan berbeda pendapat pada perkara lain.
Perbedaan di antara mereka ini adalah rohmah bagi generasi setelahnya. Karenanya
menimbulkan opsi-opsi bagi mereka yang kesulitan dalam suatu praktik amaliyah.
Sayangnya belakangan ini, beberapa dari kita yang mendaku
sebagai orang awam, justru yak-yako menulayani hasil ijtihad mereka.
Ditambah, kapasitas keilmuan kita yang masih nganu.
Di masa kebebasan menulis bisa bablas, dengan media sosial
yang mendukung tulisan kita bisa dibaca siapa saja. Kehati-hatian dalam menjaga
tulisan, ketika sudah menyangkut amaliyah suatu agama hendaknya benar-benar
dijaga. Menyantumkan referensi dan siap menerima kritik dari mereka yang lebih
alim.
***
Dalam wudhu' ada empat anggota tubuh yang mendapat basuhan.
Keempatnya adalah anggota aktif, dan peluang melakukan maksiat dengan
keempatnya besar sekali. Mata dan mulut ketika membasuh wajah, tangan, dan
kaki. Dalam kitab akhlak, kita
diharuskan menjaga pandangan dari hal-hal yang diharamkan untuk dilihat,
menjaga mulut untuk berkata yang baik-baik, menjaga tangan dan kaki untuk
melakukan hal-hal baik.
Mata kita yang menghadap ke depan, rawan sekali mengoreksi
orang lain. Semisal seorang laki-laki yang melihat perempuan dengan penutup
tubuh ala kadarnya. Alih-alih menundukkan pandangan, justru matanya akan
menyusuri betapa cacatnya makhluk yang sedang dia lihat.
Penglihatan itu akan mampir di otak, dan dia akan mulai
berimajinasi, atau mengoreksi. Lalu mulutnya akan bekerja, "perempuan
zaman sekarang, duh, membuat laki-laki jadi gampang masuk neraka.".
Bukannya mengoreksi diri karena telah bermaksiat mata, mulut malah kita gunakan
untuk melakukan maksiat yang lain, nggremengin orang.
Tangan dan kaki? Mari kita kalkulasi dalam sehari, berapa
durasi waktu tangan dan kaki, kita gunakan untuk hal baik dan tidak baik? Jika
hal baik lebih unggul, berbahagialah, jika tidak, tentunya kita harus buru-buru
berbenah. Seperti buru-burunya kematian mengintai kita.
Oh iya masih ada telinga yang disunnahkan untuk diusap. Saya mengategorikan telinga
sebagai organ pasif dalam bermaksiat. Jutaan orang menyadari bahwa mendengarkan
aib orang lain, apalagi yang sedang punya masalah dengannya, adalah kepuasan
tersendiri. Kalau itu belum memuaskan, maka biarkanlah mulut bekerja untuk
menyebarkan aib itu. Tenanan.
Dengan wudhu', mungkin kita sedang menyucikan organ-organ itu.
Ketika membasuh wajah, kita memanjatkan
do'a, berharap mata dan mulut terjaga untuk melihat dan berbicara yang baik,
serta dijaga dari melihat dan berbicara hal yang tidak baik. Ketika
berkesempatan melihat hak yang ndak boleh dilihat, kita akan langsung
menundukkan pandangan. Mulut kita akan otomatis berdo'a, semoga kita dilindungi
dari hal itu, dan semoga dia diberi kesempatan berbenah.
Ketika membasuh tangan, mengusap telinga dan membasuh kaki.
Kita berdo'a semoga ketiga organ tadi diberi mudah dalam kabaikan, dan
dipersulit dalam ketidak baikan.
***
Entah benar atau salah, ketika berwudhu' Anda pasti merasakan sensasi penyucian itu. Em,
jika Anda wudhu'nya ndak epek-epek
bebek (tidak tergesa-gesa).
Apalagi jika Anda
mengerjakan sunnah-sunnah wudhu' yang sudah termaktub dalam kitab-kitab
fikih.
Waba'du; sebentar lagi bulan Rojab, atau Anda
sedang membaca tulisan ini di bulan Rojab. Mari
mengoreksi wudhu' kita. Toh kalau yang mengoreksi orang lain, kita tidak sedang praktik
wudhu' untuk ujian fikih di TPQ
kan?
www.percik.id
BalasHapusDzulfikar Nasrullah
Wudlu