PERCIK.ID- Ada
sebuah maqolah yang sudah masyhur di tengah-tengah kita,
Lupakanlah kebaikanmu kepada orang lain dan ingatlah kebaikan orang lain padamu. Begitu pula, lupakanlah ketidakelokan orang lain padamu serta ingatlah perilaku tidak mengenakkanmu pada orang lain
Sebagai
manusia yang tercipta sebagai sebaik-baik penciptaan karena telah Alloh
anugerahkan akal dan budi pekerti, seyogyanya kita sadar diri untuk bisa
berusaha seoptimal mungkin mengiyakan nasihat bagus di atas. Melupakan dua hal,
dan mengingat dua hal.
Akan
tetapi, saya kerap sekali merasa kurang nyaman dengan sosok pelupa yang
berinteraksi dengan saya, bukan persoal ia melupakan kebaikan yang pernah saya
lakukan karena sudah sepatutnya saya melupakan itu jika pun pernah berbuat
kebaikan. Bukan pula karena ia sok lupa dengan perilakunya yang beberapa kali nggeregetno
saya, karena memang kudunya saya melupakannya. Ketidaknyamanan saya
karena orang yang ngalor ngidul ngobrol di hadapan saya ternyata lupa
dengan saya. Pangling, seperti kenal atau tidak kenal.
Rupanya
kejadian demikian juga pernah terjadi di beberapa orang dekat saya. Lawan
bicara kita lupa dengan kita, sementara kita sangat mengenalinya. Bisa jadi
karena pertemuan yang sudah terlampau lama sekali atau pertemanan yang
sumbernya via media sosial dan hanya akrab dalam jaringan, bukan tatap muka. Lupa-lupa
ingat atau ingat-ingat lupa ini menjadi sebuah hal yang cukup menggemaskan.
Islam
dengan seluruh kompleksitas pedomannya mengatur urusan yang remeh-temeh yang
mungkin kita pun nggumun, lowalah hal sekecil ini ternyata ada panduan
dan aturannya. Semisal owalah mencukur bulu kemaluan pun ada tata caranya hingga
perihal yang rumit njelimet seperti pembagian harta warisan sudah tertata
rapi aturan mainnya dalam ajaran mulia yang Rasululloh Muhammad Saw. sampaikan
ini. Panduan-panduan di dalam Islam yang super lengkap ini juga berlaku untuk
ingat-mengingat.
Wahai orang-orang beriman berdzikirlah kamu dengan sebanyak-banyak dzikir (Qs.al-Ahzab [33]: 41).
Ayat
di atas merupakan salah satu ayat Alloh yang menyeru kepada kaum beriman untuk
mengingat-ingat Alloh (dengan berdzikir) sebanyak-banyaknya. Tidak heran
mengapa orang beriman saja masih Alloh perintahkan untuk mengingatNYA, manusia
tempatnya salah dan lupa. Kalau dicermati kembali, sebenarnya kita tidak perlu nggerundel
dengan mereka yang pelupa. Karena lupa itu manusiawi, tetapi bukankah manusiawi
juga untuk merasa tidak nyaman karena terlupakan?
“Ud’uni
astajiblakum” Berdoalah kepadaKU, maka akan AKU kabulkan. Begitulah Alloh
dawuh dalam al-Qur’an. Ad-du-â’u silahul mu’min, do’a adalah perangkat
senjata seorang mukmin.
Muara
ingat dan do’a ada pada sebuah munajat sesama muslim-mukmin. Ada unen-unen
Madura yang sering didengung-dengungkan para Kiai kepada para santrinya ketika
di pesantren,
Sambhungan jhek pegghek (Sambungan jangan putus)
Dalam
artian yang lebih luas, ikatan ruh sesama saudara muslim-mukmin terlebih pada
guru tidak boleh putus agar perjalanan menuju kedekatan kepada Alloh swt.
semakin kuat dan mengokohkan kadar iman dan takwa. Begitu indahnya dan saya
yakin Anda akan merasa tersanjung kemudian berbunga-bunga ketika guru Anda
mengingat Anda kemudian menyebut Anda dalam sebuah majelis ilmu. Bukan karena
sekadar diingat yang menjadikan Anda berbahagia, namun juga karena yang
mengingat Anda adalah orang yang sangat Anda hormati, sedangkan beliau tidak
hanya mengenal Anda, melainkan ada ratusan atau mungkin ribuan orang yang
pernah bertergur sapa dengan beliau. Betapa merasa terpilihnya Anda ketika
diingat.
Sebuah
hadis riwayat Muslim menerangkan bahwa do’a seorang muslim untuk saudara muslim
lainnya tanpa yang terdo’akan mengetahuinya adalah sebuah doa yang mustajab. Seringan
munajat Allohummaghfir lil muslimin wal muslimat wal mu’minin wal mu’minat
, seharusnya sesering itu pula kita khususkan untuk orang-orang terbaik di
sekitar kita: orang tua, guru, istri, suami, anak, sahabat, rekan bisnis,
atasan, atau karyawan kita.
Saya
yakin seyakin-yakinnya, mereka yang lupa-lupa ingat, atau ingat-ingat lupa,
atau lupa betul dengan kita adalah buah kurangnya kita mendo’akan mereka. Sebuah
kalimat penutup,
Mengingatlah untuk membahagiakan!
www.percik.id
BalasHapusPandu T. Amukti
Mengingatlah untuk Membahagiakan!