PERCIK.ID- Ada perasaan ngganjel setelah
menyimak diskusi ala podcast antara Pak Mardigu dengan Pak Gita Wirjawan
yang saya tonton di saluran Youtube milik Pak Gita sendiri beberapa hari lalu. Meskipun saluran YouTube Pak Gita ndak baru-baru
amat, tapi content model podcast begitu baru beliau rilis
belakangan ini.
Tentu saya ndak perlu kejauhan
berpikir bahwa beliau ikut meramaikan kancah per-Youtube-an, gara-gara lagi
sulit pemasukan karena terimbas pandemi. Karena Pak Gita semestinya bukanlah termasuk
golongan kita-kita yang gupuh karena corona. Ancora Group miliknya, tentu lebih
dari cukup untuk sekadar menopang badai pandemi.
Secara umum isi obrolan Pak
Mardigu dengan Pak Gita seru banget. Kelihatan kalau keduanya gemar membaca,
berpengetahuan luas, sehingga tek-tok diskusinya enak. Ibarat gulat, kekuatan
otot keduanyanya berimbang, sehingga pertandingannya berjalan seru. Keseluruhan
isi obrolan, baik dari sejarah, geopolitik, ekonomi, sampai kenegaraan, asik
sekali buat diikuti.
Meskipun demikian, di balik banyaknya
pemberitaan dan isu miring tentang omongan-omongan hoax-nya Pak Mardigu,
sekali lagi, saya merasakan adanya ganjalan pada podcast tersebut, yang
sayangnya juga diamini oleh Pak Gita. Keduanya, dalam berbagai pembahasan
diskusi, sering sekali melontarkan kalimat, “agar menjadi nomor satu”, “untuk
bisa unggul”, dan sejenisnya.
Menjadi yang terdepan, atau
sebutlah jawara, buat kebanyakan kita memang menjadi falsafah hidup atau
setidak-tidaknya menjadi metode dalam menjalani episode-episode kehidupan.
Entah levelnya dalam skala pribadi di ranah-ranah pribadi, pendidikan sekolah,
karir kantor, atau bahkan sampai skala bernegara pada ranah pergaulan
internasional. Pokoknya musti The Best!
Menjadi unggul itu wajib.
Menjadi yang nomor satu itu tujuan.
Menjadi yang terdepan adalah harus.
Menjadi yang nomor satu itu tujuan.
Menjadi yang terdepan adalah harus.
Kalau sudah demikian, maka ndak
usah heran kalau kita gemar sekali berebut masuk di pintu tol. Atau setiap kali
pengumuman gate pesawat dibuka, kita balapan masuk seolah-olah yang
pertama duduk di pesawat akan sampai lebih dulu. Apa bedanya motivasi unggul
berbangsa dengan menjadi yang pertama naik atau turun pesawat itu?
Sebenarnya yang paling jadi soal adalah, ketika kita meletakkan persaingan sebagai sarana dan menjadikan unggul sebagai target dan tujuan, maka izinkan saya mengabarkan pada Anda semua, bahwa berarti kita belum sepenuhnya memahami diri sendiri.
Sekencang-kencangnya saya sprint,
ngawur kalau saya nekat nantang Usain Bolt. Atau sepol-polnya saya
berlatih tinju, apa mungkin upper-cut saya merobohkan Lenox Lewis,
umpamanya. Benar, tidak ada yang tidak mungkin, tapi memaksakan diri pada
perkara yang jelas saya tak mampu -dalam contoh kasus saya diatas adalah soal
fisik- itulah kekonyolan hakiki.
Belum lagi kalau kita mau
meneliti lebih jauh bahwa pada setiap arena menuju unggul itu, sangat
dimungkinkan segala peraturan pertandingan sudah di-setting dan di-standard-kan
sedemikian rupa sehingga mereka-mereka yang memang berpotensi mencapai
kemenangan, akan semakin mulus dan aman dalam menggapai singgasana unggulnya
itu.
Tentu, saya punya kelebihan
yang pasti tak dimiliki Usain Bolt atau Lenox Lewis. Lalu dengan kelebihan
itulah semestinya saya menjadi bermanfaat setidak-tidaknya untuk diri sendiri,
syukur-syukur buat orang lain. Tentu pada saat yang sama, Usain Bolt tak perlu
risau menjadi unggul di bidang yang saya kuasai. Masing-masing kita punya bekal
yang berbeda, untuk bisa mencapai kebahagiaan bersama.
Maka, tanpa mengurangi rasa
hormat pada Pak Gita dan Pak Mardigu (karena menjadi sangat mendasar), bukankah
sebaiknya kita menjadi diri sendiri saja? Menemukan diri sendiri, berjalan pada
track kita sendiri, dengan standard dan batasan milik kita sendiri.
Kalaupun mau mencapai ini itu, ya karena memang kita harus meraihnya saja. Bukan
gara-gara posisi kita terhadap bangsa dan negara lain.
Dengan demikian, berbangsa dan
bernegara tak hanya mudah, seperti halnya Pak Mardigu katakan di podcast
tersebut, namun juga menenangkan dan membahagiakan.
www.percik.id
BalasHapusEnggar Amretacahya
Unggul Sporadis