PERCIK.ID- Beberapa waktu yang lalu, teman kecil saya yang
sudah lama tidak berjumpa mengirimkan whatsapp dengan tidak biasa. Ia menceritakan
tentang banyak hal, termasuk soal asmaranya yang baru-baru ini kandas. Ia
merasa hancur. Gambaran kesakitan hatinya tidak bisa ia ungkapkan, katanya.
Sakit hati membuatnya tidak memiliki semangat dan daya untuk beraktifitas
seperti biasa.
Ia memang sudah lama menjalin hubungan
kekasihnya. Masa depan sudah coba ia bangun dan rencanakan. Kekasihnya pun
dengan tegas menyatakan kesetujuan dan menyambutnya dengan sangat positif.
Komunikasi dengan orang tua juga sudah coba ia bangun dengan baik. Bapak dan
ibunya sudah merestui. Secara kalkulasi, hanya tinggal menunggu kapan hubungan
mereka diresmikan sebagai suami-istri. Selebihnya, takdir yang menentukan
garisnya.
Ternyata, takdir menggariskan mereka harus
berhenti di tengah jalan dengan tragis. Tragis untuk teman saya yang harus
menerima kenyataan kekasihnya digaet oleh laki-laki yang menjadi kuli di sebuah
toko bangunan. Ia gambarkan perawakan laki-laki yang menggondol hati pacarnya
itu dengan sangat buruk. Soal fisik, ia merasa jauh lebih baik. Soal ekonomi,
apalagi. Ia sudah punya toko sendiri yang dibuatkan oleh orangtuanya. Kabar
baiknya, ia terbilang sukses memenuhi ekspektasi mengelola sebuah toko.
Intinya, tidak ada alasan logis bagi perempuan itu untuk memilih laki-laki itu
jika bukan karena satu hal, guna-guna!
Teman-teman sepercangkrukan mengamini pikirannya
soal guna-guna itu. Bahkan ada salah satu teman yang memberi kesaksian bahwa
laki-laki itu sering keluar lewat jam 12 malam dengan celana pendek dan baju
yang selalu merah.
“Palingan itu syarat dari dukunnya” tambah
teman-temannya yang lain menimpali.
Sayangnya teman yang menceritakan itu tidak tahu pasti, kemana ia
pergi.
Dukungan dari teman-temannya itu membuatnya
semakin yakin bahwa perempuannya diguna-guna. Meski secara resmi, hal tersebut
belum bisa ia buktikan secara empiris. Fakta-fakta dan bukti dukungan untuk
menuduh laki-laki itu menggunakan ilmu jahat belum kuat benar. Itu yang
membuatnya tak berani melabrak dan memintanya melepaskan guna-guna yang ia
lancarkan untuk perempuannya.
Ia semakin merasa sebagai pengecut dan tak ragu
membajingankan laki-laki itu dengan keras di dalam hati ketika ternyata orang
tua perempuannya ikut-ikutan setuju anaknya berhubungan dengan laki-laki itu.
Ia makin tak habis pikir dan kalap luar biasa. Tak ada dekengan yang
bisa ia jadikan sebagai pembujuk perempuannya agar tetap dengannya. Melepaskan
begitu saja, ia jelas tidak bisa. Selain soal hati, ini juga soal harga diri.
Ndilalah, hal tersebut terjadi di titik ketika
cintanya yang sedang besar-besarnya. Ia masih berusaha memperjuangkan cintanya
sebisa mungkin. Itu membuat bayangan perempuannya makin hari makin membuatnya
gila. Segala kenangan seolah terekam dan segala sesuatu yang ia dengar, ia
lihat, dan ia lakukan, mengalirkan bayangan perempuannya itu dengan begitu
jelas.
Ia lihat bunga-bunga yang indah, ia ingat
perempuannya. Keindahan bunga itu bak keindahan kekasihnya dan betapa ia ingin
memberikan bunga itu kepadanya. Melihat batu bata yang bertumpuk rapi di depan
rumah, ia ingat rumah kekasihnya yang memiliki arsitektur yang sama seperti itu.
Bahkan ia melihat sepatu perempuan yang lewat pun, ia selalu ingat dengan
kekasihnya. Cintanya yang besar membuat kehidupannya terisi bayang-bayangan
sosok yang sedemikian ia cintai itu. Tak ada yang luput, segala yang ia lihat
seolah adalah kekasihnya.
Sudah
Cerita itu membuat bayangan saya mengenai
orang-orang yang senantiasa mengingat Alloh menjadi mudah untuk dinalar dan
saya pahami. Pada tingkatan cinta tertentu, bayangan penuh pada sesuatu yang
dicintai menjadi sedemikian cetho dengan intensitas yang semakin sering.
Ini jelas memudahkan saya mengenai penjelasan yang sering disampaikan oleh
Abuya Miftahul Luthfi Muhammad yang menjadikan segala sesuatu yang dilihat
sebagai sarana dzikir, apapun yang dilihat adalah media mengingat Alloh.
Bagi orang yang sudah berada pada tingkat cinta
yang luar biasa, kondisi seperti itu bukan perkara yang dibuat-buat, tetapi
memang merupakan dorongan batinnya menggerakkan secara spontan untuk ingat
kepada Alloh.
Betapa indahnya tingkatan cinta yang demikian. Gubahan
lagu, “mau tidur teringat padamu, mau makan teringat padamu, mau apapun kuingat
dirimu” yang disenandungkan oleh Evie Tamala itu menjadi relevan ditujukan kepada
Alloh dan bukan bualan belaka. Ia tidak lahir dari dorongan akal yang memaksa
ingat, tapi muncul dari dorongan hati yang
membuat auto ingat.
Manusia yang mengingat Tuhan dengan intensitas
yang demikian itu ada, seperti adanya manusia yang terbayang-bayang kekasihnya
atas apapun yang dilihat dan dilakukan sebagaimana personifikasi cerita fiksi
yang saya buat di atas.
Ahhh cinta memang tidak bisa dinalar dengan akal
BalasHapusBicarain cinta memang gampang-gamang susah, ada beberapa kondisi saat cinta emang gabisa dinalar dan ada di luar logika. Cinta buta lah, cinta tak kenal apalah. Duh bahas cinta nih manis-manis sedep gitu
BalasHapusmenarik
BalasHapus