PERCIK.ID- Alloh menciptakan manusia dengan beragam takdir dan ikutan -istilah dari Abuya Miftahul Luthfi Muhammad-. Dalam teologi Asy'ariyah, seseorang punya kesempatan dalam beberapa hal untuk menentukan langkahnya. Meski dalam hal lain, seseorang tidak memilki ruang untuk melakukan itu dan hanya bisa manut dengan kersane Gusti Alloh.
Dalam pilihan yang diberikan tersebut,
orang kemudian memilih untuk menjadi muslim -memeluk agama Islam-, atau memilih
menjadi kafir. Tentu dalam prinsip ajaran Islam, kebenaran pilihan tersebut
adalah memeluk agama Islam. Dan tentu pula ini akan berbeda bila dilihat dari
perspektif pandangan ajaran yang lain. Hal ini yang kemudian Alloh batasi dalam
suroh al-Kafirun,
"Aku tidak akan menyembah apa yang
kamu sembah2. dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah3.
dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah4. dan
kamu tidak pernah [pula] menjadi penyembah apa yang aku sembah5.
Untukmu agamamu, dan untukku agamaku6.”
Maka kemudian keyakinan pada perbedaan itu
melahirkan ekses mengikuti peraturan dalam ajaran yang diyakini. Dalam Islam,
orang yang tidak memeluk agama Islam konsekuensinya tentu hukuman dari Alloh.
Tetapi di samping itu, para Ulama masih mengkompromikan soal apakah orang yang
kafir termasuk orang yang masih mendapatkan nikmat Alloh atau tidak. Atau
secara lebih jelas, apakah Alloh masih memberikan nikmat kepada orang-orang
yang ingkar pada eksistensiNYA?
Ada 3 pendapat berbeda mengenai hal ini
yang disebutkan di dalam kitab Bughyatul Mustafid.
Pendapat yang pertama, Alloh sama sekali
tidak memberikan nikmat kepada orang kafir. Baik di dunia maupun di akhirot.
Adapun pendapat yang kedua, orang kafir
mendapat nikmat di dunia saja, tidak di akhirot. Yaitu dengan diakhirkannya
siksa dari Alloh. Alloh tidak menyiksa secara langsung ketika di dunia. Bahkan
seringkali orang kafir mendapatkan limpahan yang secara kasat mata lebih enak
daripada orang yang beriman. Akan tetapi di akhirot nanti, mereka akan
“totalan” pengingkaran terhadap Alloh, serta “totalan” perbuatan yang dilakukan
selama di dunia.
Pendapat yang ketiga, diberikan nikmat di
dunia dan di akhirot. Adapaun jenis nikmat di akhirot adalah tidak disiksa
melebihi apa yang sudah dilakukan di dunia. Meski tidak beriman, bagi yang
banyak melakukan dosa, akan mendapatkan siksa sesuai apa yang dilakukan.
Semakin sedikit kadar keburukan yang dilakukan, maka juga akan semakin kecil
siksa yang diberikan. Hal itu dikategorikan sebagai nikmat dari Alloh untuk
orang kafir. Selain itu, mereka juga tetap mendapatkan nikmat di dunia seperti
yang ada pada pendapat kedua.
Di dalam kitab tersebut kemudian
disebutkan bahwa nikmat yang pertama kali diberikan oleh kepada makhluknya
adalah penciptaan. Untuk perkara diciptakan, orang kafir masih termasuk bagian
dari hal ini. Termasuk juga hewan serta segala sesuatu yang diciptakan oleh
Alloh, sekalipun tidak memiliki ruh semacam batu, pohon, air, dan semacamnya.
Nikmat yang kedua adalah kehidupan (al-Hayah).
Untuk hal ini, beberapa hal yang ada pada kategori pertama tidak lagi masuk. Di
dalam kitab ini dijelaskan bahwa kategori yang tidak masuk dalam bagian
dari al-hayah ini disebut dengan al-hayawanat.
Kategori al-hayawanat adalah tumbuhan, pepohonan, dan batu dan
lain sebagainya. Maka, meski batu, dan semacamnya itu diciptakan, tetapi mereka
tidak termasuk bagian dari yang merasakan kehidupan sebagaimana yang dialami
oleh manusia.
Kemudian yang menjadi pertanyaan,
apakah al-hayawanat itu termasuk diberikan nikmat, atau
eksistensinya hanya menjadi kebahagiaan bagi makhluk yang lain?
Para ulama’ berpendapat bahwa al-hayawanat yang
berupa batu, air, kayu adalah bagian termasuk makhluk yang diciptakan, tetapi
eksistensinya tidak untuk dirinya sendiri, melainkan untuk dinikmati dan
dimanfaatkan oleh makhluk lain.
Namun ada yang mengecualikan untuk
binatang. Meski masuk pada kategori al-Hayawanat, binatang
dikategorikan sebagai makhluk yang mendapatkan nikmat, yaitu nikmat berupa
makan, tidur, kenyang dan sebagainya. Maka kemudian, dasar ini ditarik sebagai
komparasi personifikasi bagi orang kafir. Jika binatang saja termasuk sebagai
makhluk yang tidak hanya diciptakan, tetapi juga mendapatkan bagian dari nikmat
Alloh, tentu orang kafir semestinya juga sama, sebab orang kafir juga
mendapatkan nikmat berupa makan, minum, kenyang, dan lain sebagainya. Maka,
atas dasar di atas, orang kafir tetap terkategori sebagai mun’am,
atau yang mendapatkan nikmat.
Itulah nikmat yang diberikan oleh Alloh
kepada orang kafir. Lantas apa yang nikmat yang diberikan oleh Alloh kepada
orang yang beriman? Jelas tidak terhitung jumlahnya. Sebagaimana Alloh swt.
berfirman,
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat
Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya...” (Qs. An-Nahl [16]:
18)
Kenikmatan dunia akhirot yang diberikan oleh Alloh kepada orang kafir tentu tidak sebanding dengan kenikmatan yang Alloh berikan kepada orang Islam. Lantas, apa saja nikmat spesifik yang diberikan oleh Alloh? Tunggu tulisan selanjutnya!
www.percik.id
BalasHapusNikmat yang Diberikan Alloh kepada Orang Kafir
https://www.percik.id/2020/12/nikmat-yang-diberikan-alloh-kepada.html