PERCIK.ID- Syaikh Yasin al-Fadani (seorang ulama’ Mekkah yang masyhur asal Kota Padang) melabelinya dengan sebutan al-‘Alamah al-Muhaddis al-Musnid al-Faqih Al-Ushuli al-Muqri (Yang sangat alim, ahli ilmu hadist, ahli ilmu fiqih, ahli ilmu mata rantai sanad hadis, ahli ushul fiqih, dan ahli ilmu qiro’ati). Sebuah sebutan, juga pengakuan terhadap tingginya ilmu yang dimiliki oleh Syaikh Muhammmad Mahfudz at-Tarmasi.
Kata “at-Tarmasi”
yang tersemat di akhir namanya itu merupakan nama desa tempat Syaikh Mahfudz dilahirkan,
Termas, Pacitan, Jawa Timur pada tanggal 12 Jumadil Ula 1285 H/ 31 Agustus 1868
M. Di desa itu pula Syaikh Mahfudz memperoleh pendidikan agamanya untuk pertama
kali. Diajar langsung oleh Ayahanda al-‘Alim al-‘Alamah as-Syaikh Abdulloh at-Tarmasi.
Beberapa kitab yang sudah “dilahapnya” di masa itu ialah kitab Syarh
al-Ghayah li Ibni Qosim al-Ghuzza, al-Manhaj al-Qowim, Fath
al-Mu’in, Fath al-Wahab, Syarh Syarqowi ‘ala Hikam serta
sebagian Tafsir al-Jalalain.
Menginjak
usia remaja, Syaikh Mahfudz muda belajar kepada Simbah Kiai Soleh Darat
as-Samaroni, Semarang. Kepadanya, Syaikh Mahfudz belajar ilmu tasowwuf serta
ilmu falak. Dua kali menghatamkan Syarh al-Hikam-nya Ibnu Athoillah
as-Sakandari serta Tafsir Jalalain karya Jalaluddin as-Syuyuti.
Syarh al-Mardini & Wasilah ath-Thulab adalah dua kitab tentang ilmu falak
yang ia pelajari.
Selepas belajar kepada Mbah Kiai Soleh Darat, Syaikh Mahfudz berangkat ke Makkah al-Mukarromah untuk belajar kepada Masyayikh disana. Tak mengherankan, jika di kemudian hari, Syaikh Mahfudz menjadi seorang ‘alim yang mumpuni keilmuannya di berbagai bidang ilmu keislaman: Ilmu Hadis, Fikih, Tafsir, Qiro’at, Nahwu & Falak. Sebab, para gurunya rata-rata adalah pakar di dalam bidang ilmu yang ditekuninya. Diantara guru-gurunya tersebut adalah:
1. Syaikh al-Allamah as-Sayyid Abi Bakar bin Muhammad Syatho’ al -Makki (Mushonnif kitab I’anatut Tholibin Syarh kitab Fathul Mu’in), yang menjadi pijakan bagi Syaikh Mahfudz dalam periwayatan hadis.
2. Syaikh al-Allamah al-Muhaddis as-Sayyid Husain bin Muhammad al-Habsyi al-Makki yang dikenal sebagai “Ibnu Mufti”, dari sini Syaikh Mahfudz mempelajari Sahih al-Bukhari.
3. Syaikh al-allamah al-Muhaddis Muhammad Sa’id Ba’ Bashil, dari Syaikh ini Syaikh Mahfudz mempelajari Sunan Abi Daud, Sunan Tirmizi dan Sunan Nasai.
4. Syaikh al-Allamah Muhammad as-Syarbini ad-Dimyathi, dari ulama’ ini Syaikh Mahfudz memperoleh Syarh Ibni al-Qashih, Syarh ad-Durrah al-Mudhi-ah, Syarh Thaibah an-Nasyr fi al-Qiraat al-’Asyar, ar-Raudh an-Nadhir lil Mutawalli, Syarh ar-Ra-iyah, Ithaf al-Basyar fi al-Qiraat al-Arba’ah al-’Asyar (Qira’ah 14), dan Tafsir al-Baidhawi bi Hasyiyatihi.
5. Syaikh Ahmad al-Minsyawi, dari ulama’ ini, beliau belajar Qiraah `Ashim dan tajwid, dan sebagian Syarh Ibni al-Qashih `ala asy-Syathibiyah.
6. Syaikh `Umar bin Barakat asy-Syami, dari ulama’ ini mempelajari Syarh Syuzur adz-Dzahab li Ibni Hisyam.
7. Syaikh Mustofa al-’Afifi, dari sini Syaikh Muhammad Mahfudz mengAJI kitab Syarh Jam’il Jawami’ lil Mahalli dan Mughni al-Labib.
8. Syaikh as-Sayid Ahmad az-Zawawi, dari sini Syaikh Mahfudz mempelajari Syarh `Uqud al- Juman, dan sebagian kitab asy-Syifa’ lil Qadhi al-’Iyadh.
9. Sayid Muhammad Amin bin Ahmad Ridhwan al-Madani, dari sini Syaikh Mahfudz mempelajari Dalail al-Khairat, al-Ahzab, al-Burdah, al-Awwaliyat al-’Ajluni dan Muwaththa’-nya Imam Malik.
10. Syaikh Ahmad Al-Fathani, diceritakan bahwa Syaikh Ahmad Al-Fathani memiliki hubungan erat dengan As Syaikh As Sayid Abi Bakr asy-Syatho’, bahkan salah satu karangan beliau yang berjudul I’anatut Thalibin (Syarh Fat-hil Mu’in) sebelum dicetak, terlebih dahulu ditashih dan ditahqiq oleh Syaikh Ahmad al-Fathani atas perimintaan dari Syaikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki dan As Syaikh As Sayid Abi Bakr asy-Syatha sendiri. Diceritakan pula bahwa yang pertama kali mengajar kitab I’anatut Thalibin di dalam Masjid al-Haram ialah Syaikh Ahmad al-Fathani. Pada pengajian itu, para murid As Syaikh As Sayid Abi Bakr asy-Syatho’, termasuk Syaikh Mahfudz, semuanya hadir dalam halaqah atau majlis ta’lim Syaikh Ahmad al-Fathani saat itu.
11. As-Syaikh al-Allamah Abu Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi. Kepada beliau, Syaikh Mahfudz memperdalam ilmu tasowwuf. Syaikh Nawawi al-Bantani adalah seorang ulama’ asal Nuswantoro yang menjadi guru besar di Masjidil Harom.
Sepulangnya
dari belajar di Tanah Suci, Syaikh Mahfudz diambil menantu oleh gurunya
sendiri, Simbah Kiai Soleh Darat.
Diragukan oleh Ulama’ Wahabi
Ketika
pertama kali dipercaya untuk mengajar al-Qur’an di Masjidil Haram. Ulama’
Wahabi banyak yang belum yakin atas kualitas keilmuan Syaikh Muhammad Mahfudz at-Tarmasi.
Mereka merasa perlu untuk menguji keilmuan Syaikh Mahfudz. Sebab, bagaimana
mungkin, seorang non Arob bisa mengajarkan al-Qur’an yang berbahasa Arob?
Suatu hari
selepas melaksanakan solat maghrib berjama’ah yang dilanjutkan dengan membaca
wirid seperti hari-hari biasanya, seorang ulama’ wahabi datang kepada Syaikh
Mahfudz dengan tujuan untuk mengetahui sekaligus menguji kedalaman ilmu dan
baca’an al-Qur’an beliau. Syaikh Mahfudz mempersilahkannya dengan ramah,
kemudian menyusul untuk duduk berhadapan dengannya. Selanjutnya, Syaikh Mahfudz
menempelkan dahinya pada dahi ulama’ Wahabi tersebut, lantas menutupi kepala
mereka dengan surban. Setelah itu, Syaikh Mahfudz menempelkan kedua lutut
beliau dengan lutut ulama’ Wahabi tersebut. Lalu, perlahan Syaikh Mahfudz
memulai membaca ayat-ayat al-Qur’an, dimulai dari surat al-Fatihah dan
dilanjutkan dengan membaca surat-surat berikutnya secara berurutan (bilghoib:
tanpa melihat mushaf) hingga berakhir pada surat an-Nas. Seluruh al-Qur’an
dibaca secara tartil oleh Syaikh Mahfudz. Yang menakjubkan, ketika Syaikh
Mahfudz telah mengkhatamkan baca’an al-Qur’annya, adzan untuk sholat isya’ di
Masjidil Haram belum dikumandangkan! Alangkah terperangah ulama’ Wahabi itu,
diam-diam ia merasa kagum kepada Syaikh Mahfudz dan tak menyangka atas
peristiwa yang baru saja ia alami.
Setelah
peristiwa itu, beberapa dari ulama’ Wahabi telah mempercayai kemampuan dan
ke’aliman Syaikh Mahfudz, namun ada juga yang masih belum bisa menerima dan
mengakui kemampuan Syaikh Mahfudz. Maka, Syaikh Mahfudz kemudian menuliskan
surat al-Fatihah di udara dengan ujung jari telunjuknya. Dari ujung jari
telunjuk beliau keluarlah asap yang membentuk lafadz surat al-Fatihah. Para
hadirin pada saat itu, semuanya dapat melihat dan membacanya secara jelas. Dan
barulah setelah itu para ulama’ wahabi dapat menerima dan mengakui kemampuan
beliau.
Ulama’ Yang Penulis
Syaikh
Muhammad Mahfudz at-Tarmasi dikenal sebagai pribadi yang Tawadhu’ dan mempunyai
budi pekerti yang santun dan penuh kasih sayang. Selain itu beliau juga dikenal
sebagai ‘alim yang wara’, yang hidupnya amat sederhana, jauh dari kemewahan
dunia. Rumah beliau yang sederhana menjadi salah satu tujuan para pencari ilmu.
Syaikh
Mahfudz juga seorang penulis yang produktif, sebagaimana gurunya, Syaikh Nawawi
al-Bantani al-Jawi. Kitab-kitab karangan Syaikh Mahfudz tidak hanya
dipergunakan oleh hampir semua pondok pesantren di Indonesia, tapi banyak pula
yang dipakai sebagai literatur wajib di beberapa perguruan tinggi di Timur
Tengah, seperti di Marokko, Arab Saudi, Mesir, Iraq dan negara-negara lainnya.
Bahkan sampai sekarang di antara kitab-kitabnya masih ada yang dipakai dalam
pengajian di Masjidil Harom. Beberapa diantaranya adalah: Bhugyatul
Adzkiya’, As-Siqayatul Mardhiyah fi Asamil Kutubil Fiqhiyah li
Ashabinas Syafi’iyah, Kifayatul Mustafid lima `ala minal Asanid, Al
Minhah al Khairiyya, Manhaj Zawin Nazhar fi Syarhi Manzhumati
`Ilmil Atsar. Yang disebut terakhir membahas tentang Ilmu Mushthalah Hadis,
Syarah atas Kitab Manzhumah `Ilmil Atsar karangan Imam Jalaluddin as-Suyuthi.
Kitab ini merupakan bukti bahwa ulama’ Nuswantoro mampu menulis ilmu hadis
yang demikian tinggi mutunya. Kitab ini menjadi rujukan para ulama’ di belahan
dunia terutama ulama’-ulama’ hadis.
Selain
judul-judul yang telah disebutkan, masih banyak kitab yang sudah Syaikh Mahfudz
tulis, sebagai bukti cintanya kepada ilmu. Syaikh Muhammad Mahfudz at-Tarmasi
wafat di kota Makkah pada tanggal 1 Rojab 1336 H/ 20 Mei 1920 M, sesaat sebelum
adzan Maghrib hari Ahad, malam Senin, dalam usia 51 tahun. Jenazah beliau
diantar banyak orang, dan dimakamkan di pemakaman al Ma’la.
Jasa Syaikh Mahfudz bagi perkembangan keilmuan di pesantren-pesantren di Nuswantoro, tak diragukan lagi. Sebab, para kiai-kiai besar di negeri kita sebagian besar juga pernah menjadi murid beliau, dari Syaikh Ali Al Banjari sampai Kiai Hasyim Asy’ari, Mbah Kiai Ma’shum al-Lasemi sampai Mbah Kiai Muhammad Bagir al-Jugjawi. Lahumul Fᾶtihah.
www.percik.id
BalasHapusSyaikh Mahfudz at-Tarmasi, Ulama yang Produktif Menulis(link)