PERCIK.ID- Riuhnya peningkatan angka pasien positif Covid-19 dengan gejala sedang dan berat semakin menunjukkan angka ketakutan dan kepanikan masyarakat akar rumput. Belum lagi angka kematian yang secara kasar juga terasa lebih meningkat. Bagaimana tidak, salah seorang ketua RT di sebuah desa tempat kami tinggal sudah mencatatkan 84 angka kematian dalam kurun waktu tidak sampai sebulan. Apakah positif Covid-19 semua? Tidak, sebagian ada yang katanya negatif Covid-19 namun wafat setelah kontak erat dengan yang positif. Apakah mereka tidak mendapatkan perawatan kesehatan yang baik dan tepat? Sepertinya tidak, karena sebagian besar dari mereka dirawat di rumah dengan perlakuan perawatan standar rumahan. Mereka merasa takut dicovidkan jika harus berobat ke fasilitas kesehatan.
Masyarakat
di pedesaan merasa bahwa sakit atau meninggal karena Covid-19 adalah sebuah
aib. Atau merasa perlakuan jenazah yang terinfeksi Covid-19 bertentangan dengan
aturan, adat, dan kebiasaan beragama ummat Islam. Adalah hal tabu pemakaman
seorang muslim dengan peti mati. Berbicara Covid-19 karena penyebabnya adalah
virus, maka prinsip penyakit virus sebenarnya ada di pencegahan.
Seperti
yang sudah digaungkan oleh pemerintah sejak awal April 2020, yaitu protokol
kesehatan: Memakai masker, menjaga jarak, sering mencuci tangan dengan sabun,
mengurangi mobilitas, dan menjauhi kerumunan. Ikhtiar dengan protokol kesehatan
yang sudah dianjurkan ini, insya Alloh cukup efektif untuk mengurangi angka
penyebaran penyakit. Sayangnya, terkhusus masyarakat pedesaan, hal ini masih
dianggap merepotkan untuk dilaksanakan. Walhasil, beberapa bulan terakhir
Covid-19 dengan perkembangan mutasinya, rupanya sukses besar masuk ke pedesaan,
pedalaman, dan pegunungan yang selama ini dianggap wilayah yang aman.
Sumberdaya
manusia orang desa terhadap informasi Covid-19 ini tidak sebaik masyarakat
perkotaan. Penolakan kenyataan yang ada membuat banyak masyarakat desa sakit
berjamaah tanpa diagnosa pasti karena tidak ada yang mendiagnosa, yang kuat
bertahan, yang lemah semakin memburuk bahkan meninggal.
Ternyata
era digital belum menjadikan masyarakat desa paham dengan bagaimana
memanfaatkan teknologi dengan baik, termasuk memfilter informasi mengenai wabah
ini. Harus didulang dengan sosialisasi dari pemerintah yang terjun
langsung. Repot. Bukan berarti tenaga kesehatan tidak bisa turun ke desa untuk
sosialisasi secara masif, tapi lebih karena para tenaga kesehatan ini sudah overload
bahkan burn out menangani orang sakit yang membludak di fasilitas
kesehatan seperti pusat kesehatan masyarakat atau rumah sakit.
Maka,
peran sosialisasi ini seyogyanya segera dijemput oleh para tokoh agama dan
masyarakat yang memiliki sumber daya manusia lebih mumpuni, setidaknya dalam
wibawa dan penyampaian yang baik lagi benar. Mereka yang memiliki ilmu
bersosialisasi ini setidaknya menjadi bagian kepanjangan tangan pemerintah.
Turut meringankan beban. Jika tenaga kesehatan menyampaikan informasi seputar
Covid-19 ini hanya ke beberapa tokoh masyarakat dan agama, maka lebih efektif
mungkin.
Ah...
ide-ide melandaikan grafik pandemi ini sudah banyak, para epidemiolog, para
ahli kesehatan masyarakat, dan ahli mikrobiologi sudah meramalkan ‘ini itu’
terkait wabah ini. Mungkin mendekati benar. Akan tetapi, kekuatan tokoh agama
dan masyarakat di lini akar rumput ini juga besar. Bagaimana tidak, biidznillah
jika seorang tokoh agama berhasil mengajak masyarakatnya melaksanakan anjuran
pemerintah dengan baik, sudah barang tentu doa-doa para tokoh ini terlangitkan.
Dan kekuatan doa ini akan berbanding lurus dengan ikhtiar fisik yang dianjurkan
pemerintah, insya Alloh.
Ngerumat orang
desa ini akan terasa ruwet jika bahasa ahli penyakit bergelar profesor yang
dipakai. Mbahasani orang desa ini harus dengan kultur yang berlaku. Ngomong
wabah ya harus dengan bahasa yang mudah dipahami, walaupun sejatinya keilmuan
saintifiknya ruwet. Terpenting goal pengendalian wabah ini tercapai,
karena kita semua rindu dengan kehidupan normal sebelum kenormalan baru seperti
sekarang.
Baca Juga:
www.percik.id
BalasHapusPandu T. Amukti
Riuhnya Covid 19 di Pedesaan