PERCIK.ID- “Min afdholi syafaa’ati an yusyafa’a ayna al-itsnayni fi nikah.” Adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah yang menjadi motivasi bagi kita untuk menjadi seorang mak comblang, sebuah tugas mulia yang berasal dari kearifan lokal budaya Betawi. Konon katanya, zaman dulu perempuan bersuku Betawi tidak boleh keluar rumah sebebas saat ini. Mereka dijaga dengan ketat oleh ayah bunda mereka sejak kecil sampai menjadi seorang perawan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Ketika usia siap menikah tiba mereka akan didekati oleh lelaki yang juga siap untuk menikah. Tersebab ketatnya penjagaan ayah bunda si gadis yang berlaku membuat sang lelaki tidak bisa dengan seenaknya mertamu apalagi ngapel pada si gadis. Saat itulah sang lelaki akan mengirimkan utusan untuk menjadi mata-mata penggali informasi mengenai seluk beluk si gadis. Biasanya seorang emak-emak yang sangat ke-emak-emakan, pakai kerudung, jarit, kebaya, dan terkadang nyusur (sirih-pinang). Utusan tersebutlah yang kemudian masyhur disebut mak comblang.
Seiring
berkembangnya zaman mak comblang ini adalah pekerjaan yang kini tidak harus
dilakukan oleh emak-emak yg ditugaskan oleh seorang lelaki siap nikah, siapa
pun kini bisa mencomblangi. Awalnya bercanda bisa menjadi serius. Nyomblangi
jomblowan dan jomblowati yang awalnya hanya guyonan, eh ternyata tidak jarang
yang berujung ke pelaminan. Sungguh rasanya, ketika pertalian pernikahan itu
terjadi tersebab wasilah kita, ada rasa gembira yang ikut meriah di dalam hati.
Alhamdulillahi robbil ‘alamin.
Akan
tetapi, kegembiraan nyomblangi ini tidak sebesar nggojloki para jomblo yang secara
dhohir sudah siap menikah tetapi masih bersikap banyak tapinya untuk
melangsungkan ibadah menikah. Ngiming-ngimingi indahnya dan kenikmatan menikah
adalah sebuah cara untuk memotivasi para jomblo model di atas untuk segera
menikah dengan cara yang baik sesuai syari’at-Nya. Menceritakan syahdunya
pulang kerja disambut hangat seorang istri dan sudah tersedia secangkir hangat
teh Sariwangi adalah bergemuruhnya rasa bahagia para kaum menikah.
Mendongengkan gayengnya bercengkerama dengan anak dan istri di ruang keluarga
adalah hal indah yang tidak dimiliki para jomblo. Menyampaikan
ceritera-ceritera harmonisnya memasak di dapur sambil guyonan per soal selera
gurih atau asin adalah berbunganya kaum menikah yang tidak pernah dirasakan
oleh jomblo syar’i manapun.
Segala
jenis keistimewaan yang diceritakan oleh para kaum menikah di atas adalah
ikhtiar menyemangati para jomblo yang sok sibuk dan sok ruwet dengan pikirannya
sendiri untuk menjatuhkan pilihan pasangan hidup dan menentukan tanggal
menikah. Jika para jomblo yang mendengar atau membaca keseruan indahnya
pernikahan di atas kemudian memantapkan hati untuk bersegera melaksanakan akad
nikah, maka sebuah ibadah terpuji lagi produktif bagi sang penggojlok.
Bagaimana tidak, sebuah rumah di surga Alloh sediakan untuk mak comblangnya.
Sungguh, gojloki (baca: nyemangati) jomblo minal ibadah.
Baca Juga:
www.percik.id
BalasHapusPandu Tokoh Amukti
Gojloki Jomblo Minal Ibadah