PERCIK.ID- “Nyantai Mas, koyok karo Cino wae,” kata seorang teman saat membalas chat saya yang berbunyi, “Aku belum transfer, Dek.” Saya harus disclaimer tulisan ini dulu di awal bahwa tulisan ini tidak bermaksud rasis atau mengandung SARA, tetapi sebuah fakta yang harus diakui bahwa etnis Cina ini memiliki keunggulan di beberapa aspek kehidupan.
Dari
cuplikan kalimat langsung di atas kok sepertinya berkonotasi seakan-akan
saudara kita etnis Cina ini selalu cepat, sigap, dan tanggap sehingga dalam
bermuamalah mereka tidak suka dengan sikap yang santai apalagi lelet. Ah kata
siapa, ada juga kok saudara Cina yang malas. Tidak bermaksud menggeneralisasi,
tetapi keyataan yang ada sebagian besar saudara-saudara kita ini tidak malas. Kalau
pun ada yang malas itu bukan mayoritas. Harus kita akui.
Sikap
gercep (gerak cepat) saudara etnis Cina ini pernah saya rasakan ketika saya
bekerja di sebuah perusahaan asli Cina di mana dalam satu ruangan itu yang
pribumi 5 orang, 5 lainnya ekspatriat berkebangsaan Cina. Saya sebagai salah
satu staff di bagian quality control harus berkomunikasi dengan manajer quality
control saya menggunakan perantara penterjemah. Begitu juga dengan keempat staf
lainnya. Staf purchasing, finance, logistic, dan human resource harus melalui
penterjemah yang bernama Pak Acung, seorang pandalungan Cina Batam dan Sunda.
Setiap
pekerjaan yang kami lakukan di perusahaan memiliki nilai ekonomi. Anda
terlambat, ada potongan upah. Anda lemburan, tentu ada tambahan uang lembur. Etos
kerja saudara Cina ini saya akui jempol. Time is money bukan hanya punya
orang Amrik. Mereka tidak suka dengan ritme pekerjaan yang lambat, makanya saya
tidak heran ketika awal pandemi 2020 lalu pemerintah Cina membangun rumah sakit
khusus Covid-19 dalam waktu hitungan hari dengan fasilitas dan bangunan yang
kokoh. Makanya, saya pun kurang sepakat dengan kelakar kalau buatan Cina
tidak awet, lha wong Huawei menjadi salah satu produk yang merajai pasar
internasional. Xiaomi pun di negeri kita ini menjadi gadget yang digemari
masyarakat kita karena harganya yang terjangkau dengan spesifikasi teknologi bagus.
Etos
kerja saudara beretnis Cina yang WNI pun bagus. Mereka melangkah dengan
motivasi cuan yang besar. Setiap transaksi ada untungnya. Seperti contoh
pengalaman saya waktu kecil yang punya teman beretnis Cina cukup banyak. Saya
bisa akrab dengan mereka karena kami satu komplek tempat tinggal dan satu antar
jemput sekolah naik becak langganan milik Pak Hanaki. Secara akademis mereka
ini tidak terlalu top bahkan cenderung biasa saja, kecuali Tommy. Sejak kecil
mereka harus disiplin waktu. Jam 06:30 harus sudah berangkat sekolah, jam 13:15
harus tidur siang, dan seterusnya. Mereka diajarkan manajemen waktu dengan
tertib. Masa itu pun mereka sudah belajar, praktik, dan bekerja dalam
berbisnis.
Sekarang
teman-teman Cina saya ini menikmati hasil etos belajar dan bekerja mereka yang
telah dipraktikkan sejak SD. Sebut saja Tommy yang sekarang menjadi dokter di
Singapura; Deni yang sekarang jadi juragan mainan plastik di Surabaya; David
pandalungan Cina yang sekarang menjadi juragan handphone; Mingming yang
sekarang melanjutkan usaha papa mamanya di Toko Bermi, sebuah toko mainan hits
di sini; Hendy anak seorang dokter kawakan di Bondowoso yang sekarang memilih
jalur bisnis trading forex; dan Pepen yang usaha kulinernya sangat laris di
Surabaya.
Maka, ada
hikmah dari dawuh Rasululloh Saw., “Uthlubul ilma walau bishin.”
Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina. Banyak pelajaran yang bisa diambil di sana.
Melalui masyarakatnya, budayanya, geografisnya, politiknya, pendidikannya,
kesehatannya, dan lain-lain. Anda bisa cek di fasilitas umum seperti bandar
udara, setiap petunjuk informasi selain bahasa ibu negeri tersebut, Bahasa
Inggris, juga ada Bahasa Mandarin.
Sudah
sering kita dengar nasihat bencilah sekedarnya, cintai sewajarnya. Berbicara
soal ‘koyok Cino wae’ ini mungkin adalah hal yang sensitif sekarang ini, bisa
menjadi antipati atau empati, saya pun siap menerima jika ada netizen yang
mengkritik tulisan ini. Akan tetapi, tidak kita pungkiri bahwa setiap manusia
memiliki kurang dan lebih. Begitu juga dengan saudara kita yang Cina ini. Etos
kerja mereka di atas rata-rata. Jadi mari kita tiru etos kerja mereka sampai
kita mendapatkan citra “koyok Cino wae”.
www.percik.id
BalasHapusPandu Tokoh Amukti
Nyantai Mas, Koyok karo Cino Wae