Kata wanita dalam pagar itu tak membuat laki-laki dengan sebuah buku di tangannya beranjak dari sisi luar pagar.
"Maaf Pak."
Mendengar ucapan kedua dari
wanita itu, laki-laki itu baru sadar telah mengalami penolakan. Kemudian pindah
ke lain hati, beranjak mencari rumah lain yang pintunya terbuka.
Begitulah drama singkat yang
saya rekam di suatu senja. Entah laki-laki itu meminta untuk dirinya sendiri
atau untuk sebuah lembaga. Di tangannya ada sebuah buku, dan ia juga
menyelempangkan tas kecil di pundaknya.
Sejak Ramadhan tahun ini
nyaris setiap hari entah laki-laki atau perempuan meminta 'sedikit rizki' pada
pintu-pintu yang terbuka di gang saya. Mulai dengan cara memainkan musik dan
menyanyi -kadang hanya nggremeng saja-, menyerahkan amplop kosong berkop sebuah
lembaga, hingga yang paling seram terang-terangan meminta uang dengan menyebut
nominal.
Sehari minimal ada dua dari
mereka yang lewat, entah sendiri atau berkelompok. Jika pintu rumah saya
kebetulan terbuka, saya akan mencari uang receh, makanan atau minuman untuk
diberikan pada mereka. Mereka selalu menerima uang tapi tidak makanan atau
minuman.
Di banyak kesempatan ketika
mengetahui kedatangan mereka di pintu gang, saya dengan sengaja menutup pintu
dan pagar rumah. Baik ketika saya berada di dalam rumah maupun sedang di luar
rumah.
***
Kiai Muchith -moden desa saya- (baca tentang beliau disini: Mengingat Kyai Muchith, Muludan Bersama Yai Muchith) pernah bercerita bahwa kadang kala Nabi Khidir -nabi yang menurut beliau masih hidup sampai hari ini- menyamar sebagai seseorang yang meminta sedikit rizki kita. Ia datang dari satu pintu rumah ke pintu rumah yang lain. Ia bisa berwujud laki-laki, perempuan, orang tua, anak kecil atau apapun, begitu kata Kiai.
Itu sebabnya waktu kecil saya
selalu meminta apapun pada ibu saya untuk diberikan kepada para peminta yang
berdiri di depan pintu rumah. Walau tak semua benda yang bukan uang itu lantas
diterima. Saya takut mereka yang datang ini adalah Nabi Khidir.
Nabi Khidir itu gurunya Nabi Musa.
Kisah pertemuan keduanya terekam dalam surat al Kahfi ayat 60 sampai 82,
sementara penyebab pertemuan keduanya terdapat dalam riwayat Ubay bin Ka'ab.
Dikisahkan pada sebuah
kesempatan Nabi Musa berkhutbah di hadapan Bani Israil. Dalam kesempatan ada
hadirin yang bertanya perihal siapa hamba Alloh yang paling alim.
"Saya" begitu jawab mantab Nabi Musa.
Jawaban itu -mendaku paling
alim- langsung mendapat teguran dari Alloh. Alloh lalu mewahyukan kepada Nabi
Musa agar menemui hambanya yang lebih alim dari Nabi Musa, dan agar ia berguru
pada orang itu. Hamba itu adalah Nabi Khidir, begitu jelas para mufassir.
Nabi Khidhir juga hadir di
masa Nabi Sulaiman. Ia lah yang memindahkan
singgasana ratu Bilqis untuk memenuhi kehendak Nabi Sulaiman. Begitu penjelasan
Kiai pada sebuah pengajian sambil mengutip ayat dalam surat an-Naml.
Di banyak pengajian, saya
juga sering mendengar Nabi Khidhir sering mendatangai para wali atau orang
tertentu. Para wali jelas karena kewaliannya ia bisa mengenali dan
berkomunikasi dengan Nabi Khidhir. Orang biasa yang ditamui Nabi Khidhir
lumrahnya tidak tahu kalau yang datang dan bercakap dengannya adalah sang Nabi.
Mereka baru tahu, setelah menceritakan pertemuan itu ke orang-orang 'alim.
Saya juga pernah mendengar
cerita satu dua orang yang mendadak kaya setelah memberikan sedikit hartanya
pada satu peminta. Pencerita meyakini peminta itu adalah Nabi Khidir yang
menyamar. Menurut pencerita, bedanya orang kaya mendadak yang bertemu dengan
sang Nabi dan tidak adalah soal bagaimana ia menyikapi hartanya.
Harta orang kaya mendadak
yang diyakini setelah bertemu dengan sang Nabi cenderung memberikan dampak
positif bagi pemiliknya. Nyah-nyoh dalam bershodaqoh adalah salah satu
cirinya. Ia pun tak me-ngemani jika kemudian apa yang dimilikinya
hilang. Begitu hasil pengamatan pencerita.
***
Ketika saya SMA, saya
mendapatkan informasi agar tidak gampang-gampang memberi kepada peminta.
Informasi itu mengabarkan bahwa memberi pada peminta akan memupuk kemalasan
mereka. Dan lagi, waktu itu saya pernah membaca berita bahwa beberapa dari
mereka itu aslinya jauh sekali dari kata 'miskin'. Atau jikapun tak kaya
beberapa dari mereka akan menggunakan hasil dari meminta itu untuk hal yang
tidak baik.
Sejak saat itu, saya
pilih-pilih untuk memberi kepada peminta. Jika sosok yang meminta itu masih
terlihat bugar, dan menurut saya ia sebenarnya bisa untuk tidak meminta-minta,
saya tidak akan memberinya. Tentu dengan resiko, peminta yang tidak saya beri
itu bisa saja Nabi Khidir yang sedang menyamar.
Saya sendiri belum mendengar
ada orang yang jatuh miskin karena menolak satu peminta. Namun saya takut, saya
sendiri yang akan menuliskan "seorang pria jatuh miskin karena menolak
berbagi rizki pada peminta". Dan pria itu adalah saya.
www.percik.id
BalasHapusDzulfikar Nasrullah
Peminta dan Nabi Khidir