PERCIK.ID- Di banyak pesantren, karomah-karomah Kiai atau Gus sering lebih banyak diceritakan dari pada keilmuan mereka. Hal-hal ajaib yang membuat para santri akan menggut-manggut ketika mendengar cerita itu. Dan, tentu saja, para santri juga berharap kelak memiliki kemampuan mereka.
Hal ini juga terjadi di pesantren tempat saya belajar.
Selalu ada kisah-kisah ajaib yang dinisbatkan kepada Kiai dan keluarganya. Di
antaranya, Kiai dan keluarganya mampu melihat isi kepala dan hati orang-orang
yang mereka tatap. Santri-santri yang lebih lama mondok, sering menegur
santri-santri baru yang jika Kiai atau salah satu dari keluarga beliau lewat
berani menatap wajah mereka. "Elekmu ketok engkok" (Nanti jelekmu
terlihat) , begitu kata mereka.
Karena itu, setiap Kiai atau keluarga ndalem lewat para
santri akan menjauh dari area yang mereka lewati. Beberapa bahkan sampai
bersembunyi, entah di balik tiang masjid, pohon, hingga buru-buru masuk ke
kamar atau lari menjauh saja. Poko'e yo'opo carane tidak ditingali,
sebelum segala kebusukan para santri terpindai oleh pandangan Kiai dan keluarga
beliau.
***
Beberapa waktu saya melihat video di Twitter. Syaikh Ali
Jum'ah ditanya perihal apa yang akak beliau lakukan jika beliau hidup semasa
dan selokasi dengan Nabi Muhammad saw. Jawaban beliau yang saya ketik ulang
dari terjemahan yang muncul di video itu kurang lebih seperti berikut;
“Andai saya hadir di hari itu (di zaman bersama Rosululloh
saw), saya akan bersembunyi di belakang pohon atau kebun, saya hanya mengawasi
Beliau Saw dari jauh. Ini karena keadaan (kejelekan) kita diketahui oleh
Baginda Rosul saw. Memandang beliau dan berada disamping beliau hanya bisa
dilakukan oleh orang-orang yang mulia. Sedangkan kita tidak bisa mencapai
derajat tersebut. Andai kita mencapai derajat tersebut, Alloh akan menciptakan
kita di zaman itu. Saya yakin, andai saya hadir di hari itu, dengan segala
kekurangan ini, saya akan bersembunyi di belakang pohon atau kebun. Hanya
mengawasi Nabi saw. dari kejauhan, karena kemuliaan, keindahan, dan
kesempurnaan Beliau saw.”
Jawaban ini, sesuai sekali dengan kisah yang sudah saya
tulis di atas.
Pengajar saya pernah menyampaikan bahwa para kekasih Alloh
swt. itu ibarat sebuah sumber cahaya. Di jarak yang ideal sumber cahaya itu
bisa menjadi penerang bagi kita. Namun, di jarak yang terlalu dekat dengan
kondisi kita yang ya seperti ini, cahaya bisa membutakan kita. Pun juga pada
orang-orang yang baru saja keluar dari titik yang gelap ketika melihat cahaya.
Tentu akan terganggu sekali mata mereka jika langsung menatap ke sumber cahaya.
Di zaman Nabi Muhammad saw, nama-nama sahabat di ring 1,
bukan sahabat sembarangan. Beberapa bahkan diriwayatkan mendapat garansi masuk
surga. Namun, garansi itu tak membuat mereka bersantai di dunia. Mereka mengisi
masa hidupnya dengan ibadah yang kualitas atau kuantitasya tak bisa kita tiru
istiqomahnya. Sebut saja empat khulafaur rosyidin misalnya.
Sementara ada sebagian sahabat yang yang terkesan
menajaga jarak dengan Nabi Muhammad saw, atau memang lokasi tinggalnya yang
jauh dari tempat mukim Nabi saw. Namun jarak itu tak membuat cinta mereka pada
Nabi saw, lebih sedikit kadarnya dibanding sahabat yang lain. Jarak itu justru
menumbuhkan kerinduan yang membuncah pada Nabi Saw.
Saya hari ini berada di rentang waktu seribu sekian ratus
tahun dengan masa Nabi saw,. Setiap bulan maulid bahkan setiap sholawat atau
kisah Nabi saw, dibacakan selalu ada benih kerinduan yang muncul. Benih
kerinduan yan membuat saya malu semisal jika beliau menatap saya sekaligus
berharap sungguh diakui sebagai umat Beliau Saw,.
Bagaimana tidak malu? Terlampau banyak ajaran beliau yang
saya khianati. Berapa hadis yang saya hafal dan saya ketahui, dan berapa yang
sudah saya amalkan atau saya terapkan dalam kehidupan saya. Menerapkan hal yang
enteng-entengan semisal tidak mudah marah saja saja sulitnya bukan main.
Apalagi selalu saja saya menemukan sebab-sebab yang memaklumkam kemarahan saya.
Itu baru soal perilaku belum soal ibadah.
Maka bagaimana bisa saya menatap wajah beliau yang suci,
dan betapa banyak borok-borok batin yang bisa beliau lihat ketika beliau
memandang saya. Meskipun begitu, saya berharap sungguh untuk berada di satu
rombongan dengan Beliau saw., kelak di hari dikumpulkannya semua manusia.
Barangkali sebab itu, saya dilahirkan di masa yang cukup
jauh dengan masa Nabi saw hidup. Karena bisa jadi jika saya dilahirkan di hari
itu, hari di mana Rosululloh saw. dengan segala rutinitas manusia biasa yang
beliau lakukan. Alih-alih mengikuti tindak lampah beliau, saya malah dibutakan
oleh cahaya suci itu, dan hanya melihat sisi manusia beliau saja. Sebagaimana
yang terjadi pada banyak penduduk Makkah dan sekiitarnya ketika Nabi saw. mulai
berdakwah.
Isyfa' lana Ya Rosulalloh.