PERCIK.ID- Rosululloh telah mengajarkan kepada umatnya,
agar setiap dari umat beliau mempunyai hati yang lapang, pikiran yang terbuka
dan tentu punya wawasan yang luas. Ini juga dipertegas oleh pintu gerbang ilmu
beliau, Sayyidina Ali bin Abi Thalib dengan ucapan beliau. Undhur mâ
qôl, wa lâ tandhur man qôl. Lihat apa yang dikatakan, jangan lihat siapa
yang mengatakan.
Orang yang hanya melihat dengan ‘kacamata
siapa’, pasti pandangannya akan sempit. Ia hanya akan menerima sesuatu dari
orang yang disukai dan dinilainya baik saja. Sementara pada orang yang tidak
disukainya, sudah pasti apapun yang datang dari yang tidak disuka itu akan
diremehkan bahkan ditolak. Berbeda dengan orang yang menggunakan ‘kacamata
apa’, pandangannya akan luas. Ia akan menerima apapun kebenaran yang datang
dari siapapun. Entah yang disukainya atau tidak disukainya.
Kalau orang menggunakan ‘kacamata siapa’, ia
akan meremehkan atau bahkan menolak ketika ada misalnya, terdakwa korupsi yang
bilang, “Korupsi itu perbuatan tercela, hina, dan rendah karena itu jangan
dilakukan.” Bahwa yang mengatakan adalah pelaku korupsi, tapi bukankah yang
dikatakannya adalah kebenaran. Kenapa harus diremehkan dan ditolak apa yang
diucapkannya? Ini karena ‘kacamata siapa’ yang digunakan.
Kebenaran atau kebaikan yang datangnya dari
orang yang tidak disuka atau yang dianggap tidak baik akan diterima oleh orang
yang menggunakan ‘kacamata apa’. Kebenaran tetaplah kebenaran. Kebaikan
tetaplah kebaikan, datangnya entah dari siapa. Entah dia orang yang salih,
orang baik, penjahat, koruptor, pendosa, dan setan sekalipun kalau yang
disampaikannya adalah kebenaran, tetaplah itu kebenaran.
Dalam sebuah hadis sohih dari Sohih Bukhori
dan Muslim diriwayatkan bahwa Rosululloh saw. pernah ‘membenarkan’ amalan yang
datangnya dari setan. Kisahnya, pada suatu ketika Rosululloh saw. memberi tugas
kepada Abu Huroiroh untuk menjaga zakat fitrah. Tiba-tiba datanglah seseorang
sambil menumpahkan zakat itu dan mengambilnya. Saat itu juga Abu Huroiroh
langsung menangkapnya seraya menggertak akan dilaporkan kepada Rosululloh.
Sambil pura-pura memelas, orang tersebut
membela diri atas perbuatannya. Ia melakukan itu karena benar-benar dalam
keadaan butuh dan terpaksa.
Karena merasa kasihan, Abu Huroiroh
melepaskannya. Paginya saat bertemu dengan Rosululloh, Abu Huroiroh ditanya
tentang kejadian semalam. Abu Huroiroh menyampaikan kepada Rosululloh saw bahwa
ia menawan seseorang yang mengambil zakat kemudian melepaskannya, karena
kasihan. Mendengar keterangan Abu Huroiroh Rosululloh saw bersabda, “Dia
telah berdusta kepadamu dan dia akan kembali lagi.”
Benar, ternyata orang yang ditangkap Abu
Huroiroh itu datang lagi pada malam berikutnya. Kejadian ini terulang sampai
tiga kali. Hingga ketiga kalinya itu, Abu Huroiroh sudah habis kesabaran dan
akan benar-benar menghadapkannya kepada Rosululloh.
Orang yang ditangkap itu pun merengek kepada
Abu Huroiroh agar dilespaskan. Ia pun berkata, “Lepaskan aku. Aku akan
mengajari suatu kalimat yang akan bermanfaat untukmu.” Abu Huroiroh bertanya, “Apa
itu?” Ia pun menjawab, “Jika engkau hendak tidur di ranjangmu, bacalah ayat
kursi ‘Allôhu lâ ilâha illa huwal hayyul qoyyûm … ‘ hingga
engkau menyelesaikan ayat tersebut. Faedahnya, Alloh akan senantiasa menjagamu
dan setan tidak akan mendekatimu hingga pagi hari.”
Abu Huroiroh menyampaikan kepada Rosululloh
bahwa dia diajari oleh orang yang ditawan itu amalan, yang jika diamalkan maka
akan dijaga oleh Alloh dan tidak akan diganggu oleh setan. Amalan itu adalah
membaca ayat kursi sebelum tidur.
Mendengar apa yang disampaikan oleh Abu
Huroiroh itu kira-kira apa respon Rosululloh? Menolak amalan itu atau
membenarkannya? Beliau saw bersabda, “Adapun dia kala itu berkata benar, namun
asalnya dia pendusta. Engkau tahu siapa yang bercakap denganmu sampai tiga
malam itu, wahai Abu Huroiroh?”
“Tidak wahai Rosululloh”, jawab Abu Huroiroh.
Rosululloh saw bersabda, “Dia adalah setan.”
Jadi jangan pernah ragu untuk menerima
kebaikan, memungut hikmah, meski itu keluar dari pantat ayam. Wa-llohu
alam.
www.percik.id
ردحذفAmalan dari Setan yang ‘Dibenarkan’ Rosululloh saw.