PERCIK.ID- Umar bin
Abdul Aziz, khalifah yang disebut-sebut sebagai Khulafa’ Ar-Rosyidin ke-5.
Bukan tanpa alasan mengapa banyak orang menyebut Khalifah Bani Umayyah yang
merupakan cicit Sayyidina Umar bin Khattab itu sebagai Khulafa’ Ar-Rasyidin
yang ke-5, akhlak dan kepribadiannya begitu memesona. Dia terkenal khalifah
dengan keadilannya, saking adilnya dalam memerintah hingga digambarkan
bahwa serigala dan domba bisa hidup rukun di masa pemerintahannya.
Umar
adalah sosok yang sederhana. Dia meneladani Rosululloh saw., dan para Khulafa’ Ar-Rasyidin
pendahulunya. Ketika selesai dilantik sebagai khalifah, orang-orang
mendatanginya dengan kendaraan khusus. Namun cicit Sayyidina Umar bin Khoththob
itu justru berkata, “Kirim saja kendaraan-kendaraan Anda itu di pasar dan jualah
kemudian hasilnya simpan di baitul mal. Saya cukup dengan naik kendaraanku ini
saja.”
Jika
kebanyakan orang berlomba-lomba menjadi pemimpin karena tergiur dengan aneka fasilitas
yang akan didapat, maka tidak dengan Umar bin Abdul Aziz. Umar tidak pernah
meminta apalagi berambisi dengan jabatan khalifah. Dia dilantik menjadi
khalifah karena surat wasiat khalifah sebelumnya yakni Sulaiman bin Abdul Malik.
Saat mendengar namanya tertulis dalam surat wasiat itu, ia terkulai lemas, wajahnya
pucat. Tak satupun fasilitas negara ia gunakan untuk kepentingan pribadi.
Justru banyak harta pribadinya yang dia gunakan untuk kepentingan negara. Dia
sangat takut dengan hisab Allah nanti di akhirat, jika sesuatu yang bukan
haknya, kemudian digunakan untuk kepentingan pribadinya.
Bagi yang
diamanahi menjadi pemimpin berhati-hatilah menggunakan fasilitas negara. Itu
adalah uang rakyat. Sudah semesti dan seharunya digunakan untuk kepentingan
negara, bukan kepentingan pribadi. Berikut kita bisa belajar dari episode kisah
kehati-hatian khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam menggunakan fasilitas negara,
agar tidak tergunakan untuk kepentingan pribadi, sekecil apapun fasilitas itu.
Suatu
hari Khalifah Umar bin Abdul Aziz kedatangan seorang utusan dari daerah. Utusan
itu sampai di depan pintu Umar, saat malam menjelang. Setelah mengetuk pintu
dan mengucap salam, seorang penjaga menyambutnya. Utusan itu berkata,
“Mohon
disampaikan ke Amirul Mukminin bahwa yang datang adalah utusan gubernurnya.”
Penjaga
itupun masuk untuk memberitahu Umar yang hampir saja hendak tidur. Umar pun
duduk kemudian berkata,
“Persilahkan
dia masuk.”
Utusan
itu masuk. Umar memerintahkan penjaganya untuk menyalakan lilin yang besar agar
ruangannya bercahaya terang. Umar lantas bertanya kepada utusan itu mengenai
keadaan penduduk kota, dan kaum muslimin di sana, perilaku gubernur, harga
kebutuhan, nasib anak-anak, para musafir dan orang-orang yang tidak mampu.
Apakah hak mereka sudah ditunaikan atau belum. Adakah yang mengadukan sesuatu mengenai
urusan-urusan mereka?
Utusan
itupun menyampaikan kepada Umar segala yang diketahuinya tentang keadaan kota
dan masyarakat. Tak ada satupun yang disembunyikan atau ditutup-tutupi. Semua
pertanyaan Umar dijawab lengkap oleh utusan itu. Setelah pertanyaan Umar
selesai dijawab, kini utusan itu balik bertanya kepada Umar.
“Ya Amiral
Mukminin, bagaimana keadaan Anda, keluarga dan seluruh orang-orang yang menjadi
tanggunganmu?”
Tiba-tiba
dengan serta merta Umar meniup lilin tersebut dan berkata, “Wahai pelayan
nyalakan lampu yang lain!” lalu dinyalakanlah lampu kecil yang hampir-hampir
tidak bisa menerangi ruangan karena cahayanya yang teramat kecil.
Umar
melanjutkan perkataannya, “Sekarang bertanyalah apa yang kamu inginkan.” Utusan
itupun bertanya keadaannya. Umar menjawab segala pertanyaan yang diajukan oleh
sang utusan itu. Rupanya apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar dengan tiba-tiba
mematikan lampu menarik perhatian sang utusan, utusan itu kemudian bertanya
lagi kepada Umar,
“Saya
melihat Anda melakukan sesuatu yang belum pernah Anda lakukan?”
Umar pun
balik bertanya,
“Apa
itu?”
“Anda
mematikan lampu saat saya bertanya tentang keadaan dan keluarga Anda.”
Dengan
tersenyum Umar berkata, “Wahai hamba Allah, lampu yang aku matikan itu adalah
harta Allah, harta kaum muslimin. Ketika aku bertanya kepadamu urusan mereka
lampu itu dinyalakan demi kemaslahatan mereka. Begitu kamu membelokkan
pertanyaan tentang keadaanku dan keluargaku, aku pun mematikan lampu milik kaum
muslimin itu, kerena bukan hakku.”
Itulah sosok
Umar bin Abdul Aziz, begitu teguh menjaga harta kaum muslimin. Dia sangat
berhati-hati memnggunakan fasilitas negara. Jangan sampai fasilitas negara
digunakan untuk kepentingan pribadi sekecil apapun itu. Umar tidak mau, jika
kelak di akhirat dirinya ditanya tentang sesuatu yang bukan haknya, tapi
digunakan dengan semena-mena. Umar memberikan keteladanan agung bagi kita, agar
berhati-hati menggunakan fasilitas negara.
Masya Allah. Semoga Kita semua dikuatkan dalam meneledadi beliau
ردحذفwww.percik.id
ردحذفLilin Sang Khalifah