PERCIK.ID- Pada suatu kesempatan, Nabi Isa bersama
murid-muridnya berjalan melewati bangkai anjing di tepi jalan. Para murid Nabi
Isa as. kemudian mengeluhkan bau bangkai tersebut, "Busuk sekali bangkai
ini" Mendengar keluhan itu, Nabi Isa balas berkomentar, "Putih sekali
giginya!"
Anekdot itu diceritakan oleh Al-Ghozali di risalah
ringkasnya, Haqiqot al-Qoulaini, sebagai pelengkap penjelasan bahwa,
"Hanya batin yang kotor yang akan suka membicarakan sisi buruk dan kotor
dari seorang individu; dan hanya batin yang bersih yang suka membicarakan sisi
baik dan positif dari seorang individu."
Sikap sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Isa tampak
sederhana dan mudah dikerjakan. Tapi apa benar begitu? Ketika istri membanting
piring gara-gara kesal karena suaminya yang lupa ngasih uang belanja, apa bisa
kemudian suami berpikir, "Alhamdulillah, kok cuma piring yang dibanting,
bukan kepalaku". Rasanya kok sulit. Sulit banget malah. Tapi justru ketika
itulah kesehatan batin kita dites, sehat-sehat saja atau sebaliknya?
Sama halnya ketika penggemar Manchester United
nonton si "Setan Merah" bertanding dan kalah melulu, sulit untuk
tidak berkomentar buruk dan mencaci, atau sekadar menyindir "Ini setan apa
malaikat? Santun amat sama lawan-lawannya?" Padahal ada sisi-sisi positif
dari kondisi tersebut yang seharusnya bisa disyukuri. Beneran ada ya? Busuk,
busuk, busuk! #OLEOUT
Al-Ghozali juga berpesan, "Cobalah untuk
berprasangka baik kepada semua orang, terutama para ulama". Pesan itu ia
tulis dalam risalah yang sama, ditujukan untuk murid-muridnya yang baper sebab
pendapat Imam Syafi'i; Qoul Qodim & Qoul Jadid diserang habis-habisan oleh
pengikut fanatik Abu Hanifah di Khurasan.
Salah satu prasangka baik kepada ulama, lanjut
Al-Ghozali, adalah bila mereka mengeluarkan pendapat yang dalam pemahaman kita
yang terbatas terkesan salah dan keliru, kita tidak buru-buru mengecamnya, tapi
menisbatkan kekeliruan itu pada diri kita yang pemahaman atas agama pas-pasan.
"Dan bila Engkau menganut suatu madzhab,
jangan mencaci pendiri mazhab yang punya pendapat berbeda. Karena tindakan ini
akan memicu cacian (dari lawan) terhadap pendiri madzhabmu."
Era medsos, di mana para penghuninya sangat gemar
berdebat, lengkap dengan paket cacian ketika menyikapi perbedaan, nampaknya
perlu sesekali menoleh ke masa silam untuk belajar menyikapi perbedaan secara
arif. Para imam madzhab sebenarnya tidak pernah memonopoli kebenaran. Mereka
adalah pribadi-pribadi rendah hati, kalau pengikut-pengikutnya beda lagi.
Abu Hanifah yang pengikutnya membully Imam Syafi'i
secara "sadis" itu justru pernah berkata begini, "Inilah yang
terbaik dari apa yang dapat saya simpulkan. Tetapi barangsiapa melihat
kesimpulan lain yang lebih baik, hendaklah ia mengikutinya."
Pernah ada yang bertanya kepada beliau,
"Apakah kesimpulan Anda inilah yang paling benar dan tak ada keraguan
padanya?" "Aku tidak tahu," jawabnya. "Jangan-jangan justru
itu adalah kesalahan yang tidak ada keraguan padanya!"
#oleout hhhh
ردحذفwww.percik.id
ردحذفPersamaan Bangkai Anjing dan Manchester United