PERCIK.ID- “Tapi memang agama sudah kadung dipandang sebagai urusan elementer belaka, bukan lagi menjadi pedoman, pandangan, mekanisme, metodologi, atau apalagi sistem nilai kehidupan. Agama hari ini ya diterjemahkan hanya sebagai bagian kecil saja dari hidup, semisal urusan berpakaian, halal-haramnya makanan, sampai paling jauh ya mengatur cara peribadatan.”
“Bahkan, sepurane ya, agama dikurikulumkan menjadi
satu mata pelajaran saja, seolah-olah pelajaran lain tidak ada kaitannya dengan
agama. Jadi jangan heran to kalau kemudian ada yang menyangka agama
adalah personalitas yang bisa dituduh arogan.”
Sedulur dua tampak berusaha menenangkan nuansa diskusi
yang mulai terlihat memanas. Saya khusyuk saja menikmati mendoan terakhir tadi.
“Lha iya, bukan cuma jadi kurikulum dan mata pelajaran
khusus yang diajarkan di sekolahan, agama bahkan diresmikan menjadi lembaga.
Coba lihat itu kementrian agama. Apa tidak aneh? Memangnya urusan kementrian
lain tidak menyangkut persoalan agama? Agama itu melingkupi semua soal
kehidupan kan?!” tampaknya sedulur satu saya masih belum lerem emosinya.
“Iya paham...Tapi kita bisa apa? Memangnya apa yang
mungkin kita lakukan untuk bisa mengubah keadaan?” timpal sedulur dua yang
masih mencoba menghidupkan diskusi tanpa emosi.
“Memang, Mas. Saya juga sadar diri kok, tidak bisa lah
kita ini mau sok-sok-an mengubah kesadaran pemahaman masyarakat. Wong
arus peradaban sudah terlanjur berjalan seperti itu. Diksi ‘Islam’ tidak cuma
meleset dari titik mula dan asalnya.”
Saya benar-benar berusaha mencerna pernyataan sedulur
satu yang barusan.
“Kita bukan sekadar kehilangan Islam sebagai kesadaran
pemahaman atau sistem nilai kehidupan, lho Mas. Sekarang ini, dengan segala
kecerdasan dan ketangkasan manusia modern, Islam bahkan ramai disebut di mana-mana,
dengan segala bentuk format industrialisasi.”
“Misalnya?” sedikit-sedikit saya melontarkan tanggapan
supaya tidak dianggap obat nyamuk di antara mereka.
“Lho jelas to Dek, sebutkan apa yang tidak
ber-embel-embel Islam. Bank Syari’ah, Hijab Syar’i, Asuransi Syari’ah,
partai-partai Islam, organisasi Islam, apalagi?”
“Sepatu syar’i Mas!” celetuk saya berhasil memecah nuansa
tegang yang sedari tadi belum juga sirna.
“Wahaha benerrr banget Nggar! Lha ya itu lho, Islam bukan
saja meleset dari kesadaran kita sebagai sistem nilai yang melandasi cara
berpikir dan bertindak, tapi juga sudah secara total direduksi untuk menjadi
komoditas jualan. Islam ini stempel mahal lho kalau buat dagangan. Jamin cepet
laku! Hahahaha”
Saya senang sekali sedulur satu sudah bisa loss tertawa
dan jelas sekali tampak lepas ketegangan di wajahnya.
“Tapi iya ya, itu barangkali kemudian yang menjadi pintu
manusia modern untuk mengenal Islam. Kalau rajin ke masjid, maka ia pasti
Islam. Kalau sudah rajin istighosah dan pengajian, maka ia Islam. Kalau sudah
tampak pakai jubah dan surban, ia pasti Islam tulen,” sedulur satu mulai
melebarkan pembahasan.
“Sementara sangat mungkin bahkan, orang belajar Qur’an,
bukan untuk menemukan Tuhan, tapi sedang mencari-cari kelemahan Islam. Snouck
Hurgronje, misalnya.”
“Artinya, sekali lagi, Islam ada pada ranah kesadaran.
Kan gitu to?”sedulur dua mencoba mengambil short cut atas diskusi itu.
“Yes, Mas. Islam yang lebih merupakan metodologi atau
sistem nilai, jelas tidak bisa dinilai dari yang lahiriah belaka. Ia berada
dalam ruang privat yang amat tersembunyi pada masing-masing manusia. Sehingga
keber-Islam-an, jelas bukan urusan tampilan, melainkan murni lelaku batin dan
kesadaran tadi.”
Diskusi kami tampak mendekati akhir, sebelum ternyata
sedulur satu masih melanjutkan penjabarannya lagi.
“Ini juga berarti, pelaku Islam, atau Muslim, tidak bisa
dengan mudah diukur dari apa yang dikerjakannya, atau apalagi cuma dari
pakaiannya. Kalau tolok ukurnya adalah kesetiaan pada nilai-nilai Islam yang
terpendam dalam kesadarannya, sudah jelas, seseorang tidak bisa secara
serampangan dilabeli Muslim atau Kafir.”
“Jangan sampai lho ya, sudahlah bilang Islam arogan, lalu
ikut-ikutan jobdesc Tuhan menilai Islam Kafirnya seseorang. Jahil
murrokab!!!”
“…”
www.percik.id
ردحذفIslam Embel-Embel Jaman