PERCIK.ID- Dalam mengajak umat manusia untuk beriman kepada Alloh dan rosulNYA, beliau Rosululloh saw., selalu mendapatkan aneka tanggapan yang berbeda. Ada yang menerima dengan penuh ridlo. Ada yang acuh, ada juga yang menolak dan berusaha keras untuk menghentikan ajakan beliau saw dengan berbagai cara, mulai dari yang lembut dengan aneka rayuan dan bujukan hingga kekerasan.
Meski
mendapatkan pertentangan yang luar biasa dari kaumnya, Rosululloh saw., selalu
mengedepankan kasih sayang. Saat para sahabat beliau marah dan menawarkan diri
untuk memenggal kepala seorang kafir Quraisy karena perlakuannya yang
keterlaluan kepada beliau, dengan lemah lembut beliau melarang. Saat Malaikat
Jibril “marah” dan meminta izin kepada Rosululloh untuk menjatuhkan Gunung Uhud,
karena melihat manusia agung kekasih Alloh, dan pimpinan umat manusia itu harus
berdarah-darah ketika dilempari batu oleh penduduk Tho’if, beliau juga melarang
bahkan beliau mendoakan penduduk Tho’if agar mendapatkan hidayah dan keturunannya
kelak menjadi pembela-pembela Islam.
Lemparan
batu, tidak beliau balas dengan lemparan batu. Sebaliknya lemparan batu beliau
balas dengan “lemparan roti.” Kekerasan tidak beliau balas dengan kekerasan.
Api yang berkobar tidak beliau padamkan dengan minyak, namun dengan air. Beliau
sadar sikap mereka yang menentang ajakan untuk beriman karena memang hidayah Alloh
belum menyentuh kalbu mereka.
Jangan
Anda bilang beliau tidak berdaya untuk berlaku keras membalas perlakuan sebagaimana
perlakuan kaum kafir Quraisy. Lihatlah saat Fathu Makkah, apa yang dilakukan
oleh Rosululloh. Ketika mempunyai kesempatan emas untuk membalas segala
perbuatan kejam yang pernah dilakukan oleh kafir Quraisy, beliau saw., tidak
melakukannya. Justru yang dilakukan beliau adalah memberi amnesti massal kepada
mereka, dan memberi mereka aneka hadiah. Akhlak mulia itulah yang kemudian
membuat takjub orang-orang kafir Makkah dan pada akhirnya membuat mereka
berbondong-bondong untuk masuk islam. Sungguh ironis di era sekarang jika ada
orang atau kelompok yang mengatasnamakan islam kemudian berlaku anarkis dan
keras kepada sesama saudaranya.
Keyakinan
yang lama tidak akan pernah bisa diganti dengan keyakinan baru jika jalan yang
ditempuh adalah dengan paksaan dan kekerasan. Boleh jadi mulut akan mengatakan
iman, namun siapa yang tahu isi hati. Keyakinan lama akan bisa berganti dengan
keyakinan baru, jika yang empunya keyakinan dengan kesadaran dari lubuk hati
yang terdalam ingin merubah. Inilah yang dipahami betul oleh Rosululloh, di
mana beliau tidak pernah memaksa manusia untuk masuk islam, sebaliknya beliau
memberikan teladan nyata, dengan menunjukkan akhlak islam yang agung, hingga
membuat manusia takjub dan pada akhirnya dengan kesadaran, mereka
berbondong-bondong menyatakan keimananya.
Lihatlah
Abu Sufyan bin Hard dan isterinya Hindun, Kholid bin Walid, Amr bin Ash, Ikrimah
bin Abu Jahal dan tokoh-tokoh kafir Quraisy lainnya, yang dulu begitu getol
memushui Islam pada akhirnya menyatakan keislamannya dan menjadi pembela-pembela
islam yang hebat. Akhlak agung Rosululloh dalam mengajak umat manusia kembali
kepada Alloh itu dilanjutkan oleh para sahabat beliau, tabiin dan salafus
shalih. Hasilnya luar biasa, dengan kesadaran dari hati yang terdalam karena
melihat betapa agungnya akhlak seorang muslim itu, mereka mennyatakan diri
sebagai orang yang beriman kepada Alloh. Kisah di bawah ini sengaja penulis
kutip untuk bisa kita ambil teladan bagaimana akhlak agung yang dimiliki oleh
seorang ulama tabiin terkemuka di kota Basrah, Irak yakni Hasan Al-Basri dengan
tetangganya yang Nasrani yang pada akhirnya membuat “jalan” bagi sang tetangga
untuk mendapatkan hidayah Alloh.
Imam
Hasan Al-Basri memiliki seorang tetangga Nasrani. Tetangganya itu memiliki
kamar kecil untuk kencing di loteng di atas rumahnya. Atap rumah keduanya
bersambung menjadi satu. Air kencing tetangganya itu merembes ke dalam kamar
Imam Hasan Al-Basri. Namun beliau tidak pernah protes dan mempermasalahkan hal
itu sama sekali. Beliau menyuruh isterinya meletakkan wadah untuk menadahi
tetesan air kencing dari kamar mandi tetangganya itu agar tidak mengalir ke
mana-mana.
Jika
hanya beberapa bulan mungkin apa yang dialami oleh Imam Hasan Al-Basri itu
biasa. Namun Imam Hasan al-Basri memang benar-benar ulama pilihan Alloh yang
mengamalkan akhlak agung sebagaimana diteladankan oleh Rosululloh. Selama 20
tahun peristiwa merembesnya air dari kamar mandi sang tetangga yang nasrani itu
tidak pernah beliau bicarakan dan beritahukan kepada sang tetangga itu sama
sekali. Tetes demi tetes air itu tidak membuat hati Imam Hasan al-Basri marah,
kesal dan kemudian melabarak sang tetangga yang teledor karena lalai melihat
kamar mandinya yang bocor itu. Justru Imam Hasan Al-Basri tiada henti,
“mempertontonkan” akhlak agung islam, beliau doakan sang tetangga agar mendapat
hidayah islam.
Hidayah
adalah hak Alloh. Kapan, siapa dan di mana hidayah berlabuh mutlak hak Alloh. Manusia
tidak ada kuasa pada wilayah itu. Imam Hasan Al-Basri sadar benar dengan hal ini,
untuk itu yang beliau lakukan adalah berusaha menunjukkan keindahan islam,
urusan hidayah tetangganya yang Nasrani itu beliau serahkan kepada Alloh.
Subhanalloh,
takdir pun berjalan Alloh. Imam Hasan Al-Basri jatuh sakit. Semua kolega,
santri, murid dan sahabat berdatangan menjenguk Imam Hasan Al-Basri tak terkecuali dengan tetangganya yang Nasrani
itu. Ketika masuk dan berbincang dengan Imam Hasan Al-Basri, ia merasa aneh
melihat ada air menetes dari atas di dalam kamar sang imam. Ia perhatikan dengan
seksama tetesan air yang terkumpul dalam wadah. Ternyata air kencing. Ia
langsung mengerti bahwa air itu merembes dari kamar kecilnya yang ia buat di
atas loteng rumahnya. Yang membuatnya heran adalah mengapa Imam Hasan Al-Basri
tidak bilang kepadanya.
“Sebelumnya
mohon maaf wahai Imam, sejak kapan engkau bersabar atas tetesan air dari kamar
kecil kami ini?” tanya si tetangga.
Imam
Hasan Al-Basri tidak diam tidak menjawab. Beliau tidak ingin membuat
tetangganya itu merasa tidak enak.
“Imam,
saya mohon katakanlah dengan jujur sejak kapan engkau bersabar atas tetesan air
kencing kami? Jika tidak engkau katakan maka kami akan sangat tidak enak, kami
merasa sangat bersalah.” Desak tetangga Nasrani itu.
Imam
Hasan al-Basri tetap diam, sesekali sambil menarik nafas panjang dan tersenyum
memandang wajah sang tetangga itu, sementara sang tetangga terus mendesak Imam
Hasan Al-Basri agar berkata yang sebenarnya.
“Sejak
dua puluh tahun yang lalu.” Jawab Imam Hasan Al-Basri dengan suara purau.
“Kenapa
engkau tidak memberitahu kami wahai Imam?”
“Nabi kami
mengajarkan untuk memuliakan tetangga, beliau bersabda, “Barang siapa yang
beriman kepada Alloh dan hari akhir maka muliakanlah tetangganya.”
Tangis
sang tetangga pun pecah seketika. Betapa selama ini Imam Hasan Al-Basri tokoh
besar itu bersabar sedemikian lamanya dengan rembesan air dari kamar mandinya.
Dia dan keluarganya akhirnya menyatakan keislamannya di depan Imam Hasan Al-Basri.
Baca Juga: