PERCIK.ID- Kehidupan umat Islam
diikat dengan hublum minalloh, hablum minan-nas, dan hablum
minal-bi’ah. Dalam hubungan hablum minan-nas, ada rincian yang lebih
spesifik berupa ukhuwah, dalam bersaudaraan. Ada ukhuwah islamiyah, ada ukhuwah
insaniyah. Mengenai ukhuwah islamiyah, Alloh swt. menegaskan, “Orang-orang beriman itu
sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah [perbaikilah hubungan] antara
kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Alloh, supaya kamu mendapat rohmat.” (Qs.al-Hujurot [49]” 10)
Hubungan ukhuwah islamiyah
tidak hanya sekadar sama-sama beragama Islam, akan tetapi ada interaksi
membangun yang menjadikan hubungan tersebut bisa menjadi sarana kebaikan.
Sebagaimana yang Alloh nyatakan, “Dan
tolong-menolonglah kamu dalam [mengerjakan] kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Alloh, sesungguhnya Alloh amat berat siksaNYA” (Qs.al-Maidah [5]:2)
Dalam ayat yang lain Alloh
berfirman, “Dan tetaplah memberi peringatan, karena
sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman” (Qs.adz-Dzariat
[51]: 55)
Sebab hubungan saudara ini
merupakan bangunan yang kuat dan dapat saling bahu membahu untuk mendapatkan
ridlo Alloh. Ada pengorbanan yang diberikan kepada saudaranya untuk sama-sama
dapat meraih ridlo Alloh. Maka dalam banyak cerita, ada orang-orang yang
merelakan diri berkorban demi adanya perubahan dalam diri saudaranya ketika
terjerumus dalam kesalahan.
Di dalam kitab
Bughyatul Mustafid diceritakan, “Ada dua orang yang salah satunya diuji dengan
hawa nafsu (melakukan dosa). Kemudian ia menceritakan kepada temannya, mengenai
kondisi yang dialaminya, “Sesungguhnya aku sedang diuji dengan melakukan dosa,
jika engkau memang enggan berteman denganku dan enggan menyayangiku lagi, maka
lakukanlah”.
Saudaranya pun
prihatin dan matur kepada Alloh. Ia mengatakan kepada saudaranya, “Sesungguhnya
aku tidak akan melepaskan janji persahabatanmu hanya karena kesalahanmu
(dosa-dosamu)”. Ia pun matur kepada Alloh dan membuat perjanjian dengan Alloh
untuk tidak makan dan minum sampai saudaranya lepas dari perbuatanya dosanya. Setiap hari, ia bertanya kepada
saudaranya mengenai dosanya, saudaranya menjawab,
“belum berhenti”. Sampai 40 hari, ia mendapatkan kabar bahwa saudaranya telah
berhenti melakukan perbuatan dosa. Saat itulah ia baru bersedia makan dan
minum.
Cerita tersebut menjadi
gambaran mengenai pengorbanan yang rela dilakukan demi kebaikan yang bisa
diraih oleh saudaranya. Bahkan di dalam kitab al-Awarif wal Ma’arif, diceritakan “Ada salah satu dari orang yang
bersahabat karena Alloh swt. Dikatakan kepadanya, “masuklah surga”. Akan tetapi
orang tersebut bertanya mengenai tempat saudaranya, jika tidak bersama dengan
saudaranya. Maka ia tidak mau surga sampai sahabatnya itu berada di tempat yang
sama dengan dirinya. Kemudian dikatakan kepadanya, “tidak bisa, ia tidak
beramal sepertimu.” Ia pun menjawab, “Aku beramal untukku dan untuknya.”
Akhirnya, diberilah semua yang dimintakan untuk sahabatnya. Sahabatnya itu diangkat derajatnya sama
dengan derajat yang dimilikinya.”
Kunci
yang mesti kita pegang dalam cerita-cerita di dalam kitab tersebut adalah,
bahwa betapa persaudaraan yang mereka jalin begitu kuat hingga melakukan sesuatu
yang harus menuntut pengorbanan dari dirinya.
Akan tetapi sebaliknya, ketika
hubungan bersahabatan atau paseduluran tidak saling tolong menolong dalam
kebaikan, bahkan saling tolong dalam keburukan, kelak di akhirot mereka akan
saling menyalahkan. Hal ini dijelaskan di dalam al-Qur’an
“Teman-teman akrab pada hari itu
sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang
bertakwa” (Qs.az-Zukhruf [43]: 67)
Dalam hal ini, “wong kang soleh kumpulono” dalam
syiir “Tombo Ati” menjadi landasan yang kuat untuk menjemput kenikmatan akhirot
dengan bersaudara. Semoga paseduluran kita semua mengantarkan kita untuk saling
tolong menolong dalam kebaikan tidak hanya di dunia saja, tetapi juga saling
tolong menolong kelak di akhirot. Amiin.