PERCIK.ID-Gusti Alloh kedawuhan: “Walaqod karomna ani adam” (Qs. al-Isro’[17]: 70) “Sungguh telah Kami muliakan anak-cucu Adam.” Pada penggalan ayat di atas, Alloh swt. tidak menyebut suku, ras, warna kulit ataupun agama. Dan tidak ada satu manusia pun di bumi ini yang bukan keturunan Nabi Adam as. dan Ibunda Hawa as,. walaupun ada sebagian orang yang mengingkari dan mengklaim bahwa dirinya adalah keturunan kera.
Dalam artian
Gusti Alloh swt. telah memuliakan manusia seluruhnya, tanpa pandang bulu. Demikian pula Kanjeng Nabi saw., kelahirannya
menjadi rohmat bagi seluruh warga dunia seluruhnya. Beliau saw. hadir membawa agama Islam dan mengajarkan kepada pemeluknya untuk memuliakan seluruh manusia. Sebagaimana yang tercermin dalam dawuh beliau:
“Khoirun-nâs
anfa’uhum lin-nâs—manusia yang baik adalah yang paling
banyak memberi faidah bagi manusia lainnya”. Beliau tidak
memberikan embel-embel apapun dalam dawuhnya. Termasuk agama. Pokoknya
manusia yang berperikemanusia’an adalah baik. Meminjam istilah RamandaGuru:
“Memanusiakan—manusia”. Dalam artian manusia yang baik adalah siapapun yang menyadari posisinya sebagai manusia dan mampu memanusiakan manusia-manusia yang lain, serta benyak memberikan faidah terhadap sesama manusia dan seluruh warga bumi.
Oleh
karenanya ketika ada saudara muslim kita terkena musibah atau bencana, kemudian banyak dari mereka yang non muslim datang menolong, memberikan bantuan, uluran tangan dan lain sebagainya. Itu
manusia yang baik, dan kita tidak boleh menutup mata atas kebaikan itu. Karena
memang itulah yang diajarkan oleh Kanjeng Nabi saw. Pun pula sebaliknya. Ketika ada saudara kita yang non-muslim terkena musibah, kita sesama
manusia dianjurkan menolong mereka. Sekemampuan kita, minimal dengan do’a yang
baik. Jika belum mampu setidaknya bukan malah menyokorkan mereka. Modiar koen!
Sebagai
orang islam terkadang diri ini merasa
lebih baik dari mereka yang non muslim, sebab agama yang paling benar disisi Alloh adalah islam; [penyemyembah Alloh-ummatnya
Rosululloh]. Hal itu tidak salah. Hanya saja dirimu tidak serius dalam
berislam. Sehingga ajaran islam yang rohmatan lil’alamin tidak bisa dirasakan
oleh semua orang.
Sedangkan “mereka”
yang menyembah kepada selain Alloh swt. dibanyak kesempatan sifat, sikap, dan
perilakunya; justru lebih islami dari pada pengikut kanjeng Nabi. Contoh ayat
pertama yang turun kepada Kenjeng Nabi saw. adalah “Iqro’” perintah membaca.
Sekarang tanyakan pada dirimu, yang telah mengikrarkan “Syahadatain” sudahkah kamu membaca? Sudahkah membaca menjadi nafas dalam hidupmu?
Jika
jawabnya belum. Berarti kamu hanya akon-akon menjadi umatnya Kanjeng
Nabi saw., namun tidak sedikitpun dalam hidupmu meng-idola-kan Rosululloh saw. Buktinya kamu tidak sungguh-sungguh
menjalankan dawuh beliau saw.
Jika kamu
bersungguh-sungguh “Sami’na wa atho’na” terhadap dawuh Rosululloh saw. seharusnya
menjadikan membaca dan menulis sebagai hobi dalam keseharian hidupmu.
Namun
nyatanya yang suka mengoleksi buku dan dimana tempat selalu membaca, tidak ada
waktu sedikitpun yang dilaluinya tanpa ilmu pengetahuan, adalah orang-orang
jepang yang notabene penyembah matahari. Sungguh habits membaca adalah khazanah
islam walaupun jarang diminati oleh umatnya Kanjeng Nabi saw. dan masih banyak
khasanah keislaman yang menjadi slogan-slogan islam. Namun yang mengamalkan
adalah “mereka” yang bukan orang islam.
Masih
ingatkah kemarin piala dunia di Qatar yang penduduknya muslim, TuHannya Alloh
nabinya Rosululloh saw. pemilik dawuh “anadhofatu minal iman” namun yang
memraktikkan adalah orang-orang jepang sang penyembah matahari. Dengan keyakinan yang dipeluknya. Seusai
pertandingan, mereka ber-ramai-ramai turun ke lapangan dengan senang hati
membersihkan stadion [padahal kalah].
Maka malulah
dirimu wahai diriku, kepada “mereka” yang menyembah matahari jika ternyata perilakunya
lebih bisa menjaga kebersihan darimu. Sedangkan sesembahanmu
adalah Alloh—TuHan yang menyiptakan tuhan-tuhan mereka—namun perilakumu justru kemproh tingkat dewa. Aneka sampah
berserakan dimana-mana. Memalukan!
Lebih memalukan
lagi, karena dirimu tidak mau mengakui kebenaran. Sudah jelas-jelas perilaku
jauh panggang dari api dibanding dengan mereka, enak saja kamu berkelit dibalik
alibi, dengan dalih kebenaran yang dipaksakan; “Bagaimanapun mereka akhirnya
tetap neraka sebab mengingkari Alloh swt. sebagai TuHan. Mereka kan kaum
kafirin”.
Di sinilah
kelemahan dan kebodohanmu, mudah manjustifikasi seseorang yang masih berproses,
belum final. Sudah berani menentukan surga dan neraka seseorang, padahal tempatmu sendiri belum jelas di mana!
Sehingga
ketika orang non muslim mengamalkan ajaran Islam [sangat Islam] tidak juga kamu
terima. Dan dengan angkuh kamu merasa lebih baik dari mereka. Ingat
jangan-jangan kamu termasuk orang sombong, yang
disabdakan Kanjeng Nabi saw.,
مَنْ بَطِرَ الْحَقَّ وَغَمَطَ النَّاسَ
“Yaitu
orang yang menolak kebenaran dan meremehkan [orang lain] manusia.” (Hr.
Imam Tirmidzi)
Memang
kamu beragama Islam; mengaku bertuhan Alloh walaupun nyatanya, banyak menyembah
selain DIA. Mengaku pengikut Rosululloh Muhammad bin Abdulloh saw. walaupun
dalam praktiknya sering menghianati Beliau.
Pengikrar
“syahadatain” namun dalam praktiknya senantiasa menolak kebenaran dan
meremehkan makhluk Tuhan. Berarti kamulah orang yang sombong itu.
Camkanlah,
orang sombong tempatnya di neraka sebagaimana sabda Nabi saw.
لَايَدْخُلُ الْجَنَّةَ أَحَدٌ فِي
قَلْبِهِ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
“Tidak
akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walaum
sebesar atom.” (Hr. Imam Ahmad)
Jika demikian, siapa yang neraka??? Wahai diriku; masih pantaskah kamu mengaku umat Rosululloh saw. jika perilakumu selama ini jauh dari yang diteladankan Beliau saw.?
Baca Juga:
Makna Husnul Khuluq Menurut Imam Ghozali
Tarekat Kebahagiaan Syaikh Hasan asy-Syadzili dan Didi al-Kempoti